“Memang mulai hari ini perkara sudah dilimpahkan ke kami, termasuk para tersangka. Tapi, sama seperti pihak kepolisian, kami tidak akan menahan para tersangka yang masih anak-anak,” ujar Agus saat ditemui di ruang kerjanya.
Agus menegaskan bahwa berdasarkan hukum peradilan anak, pihak kepolisian dan kejaksaan tidak boleh menahan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) jika ada jaminan dari pihak keluarga.
“Dalam kasus ini, jaminan diberikan oleh keluarga dari masing-masing tersangka dan juga dari pihak pondok pesantren. Ini yang harus kita patuhi, hukum peradilan anak,” ujarnya.
“Masalah anggapan tidak ditahan melukai rasa keadilan keluarga korban, keadilan itu seharusnya akan diproses nanti di pengadilan,” terang Agus.
Rofi dianiaya oleh belasan rekan santri di area Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak pada Selasa malam (2/1/2024) hinggi Rabu (3/1/2024) dini hari. Akibatnya, Rofi tidak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit.
Setelah mengalami koma selama lebih dari 3 hari, Rofi meninggal dunia di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar pada Minggu (7/1/2024) pagi.
Keesokan harinya, polisi menetapkan 17 santri sebagai tersangka kasus penganiayaan tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan pihak kepolisian, penganiayaan itu dilatarbelakangi oleh sejumlah kasus pencurian uang saku santri yang diduga dilakukan oleh korban, Rofi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.