Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Tewasnya Santri Asal Banyuwangi karena Dianiaya di Pesantren, Kenapa Kekerasan Terus Berulang?

Kompas.com - 01/03/2024, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAs.com - Dugaan penganiayaan berujung kematian seorang santri di bawah umur di sebuah pesantren di Kediri, Jatim, tidak dapat dilepaskan dari lemahnya sistem pengawasan terhadap pesantren yang tidak berizin, kata pengamat.

Akibatnya, kasus-kasus kekerasan di pesantren - terutama yang tidak berizin - berpotensi terus terjadi di masa yang akan datang.

Untuk itulah, Kementerian Agama dituntut segera melakukan perbaikan dalam tata kelola pesantren.

Salah satu caranya, menurut Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna adalah dengan mewajibkan setiap pesantren memiliki izin operasional dari Kementerian Agama (Kemenag).

Baca juga: Soal Santri Tewas Dianiaya Senior, Bupati Banyuwangi: Tak Ada Toleransi pada Perundungan

”Kalau diistilahkan pesantren tidak punya izin itu seperti nikah sirih, nikah tidak terdaftar. Pemerintah tidak bisa masuk memberikan pengawasan, dan kalau ada apa-apa [pesantren] tidak bisa diminta pertanggungjawaban,” kata Sarmidi Husna kepada wartawan BBC News Indonesia, Rabu (28/02).

Sebelumnya, seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana (14 tahun) meninggal diduga akibat penganiayaan di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

PPTQ Al Hanifiyyah, menurut Kemenag Jawa Timur, tidak memiliki izin operasional sebagai tempat pondok pesantren.

Kepolisian pun telah menetapkan empat pelaku sebagai tersangka, di mana salah satunya disebut masih kerabat korban.

Baca juga: Kasus Kekerasan Santri di Kediri, Polisi: Luka Korban di Separuh Badan Atas

"Muka hancur, mata bengkak, sundutan rokok"

Suasana haru masih menyelimuti keluarga Bintang Balqis Maulana di rumah duka(Kompas.com/Rizki Alfian Restiawan) Suasana haru masih menyelimuti keluarga Bintang Balqis Maulana di rumah duka
Bintang Balqis Maulana adalah warga dari Desa Karangharjo, Banyuwangi. Dia merantau ke Kediri untuk bersekolah.

Bintang tinggal di asrama (dikenal dengan mondok) di PPTQ Al Hanifiyyah. Sementara, dia bersekolah di MTs Sunan Kalijogo, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Islahiyyah.

Dua pesantren ini jaraknya berdekatan.

Bintang diduga tewas akibat penganiayaan yang dilakukan para seniornya di PPTQ Al Hanifiyyah.

Pada Sabtu (24/02), jenazah Bintang yang diantar oleh pihak pesantren dan terduga pelaku tiba di rumah keluarganya di Banyuwangi.

Baca juga: Soal Kematian Santri Asal Banyuwangi, Pelaku Panik dan Diam-diam Bawa Jenazah Korban ke RS

Kakak korban Mia Nur Khasanah (22 tahun) mengatakan saat mengantar jenazah adiknya, pihak pesantren mengatakan bahwa Bintang terjatuh di kamar mandi.

Namun, saat jenazah diangkat terdapat ceceran darah keluar dari keranda korban. Keluarga pun meminta agar kain kafan dibuka untuk melihat jenazah korban.

"Astaghfirullah. Luka lebam di sekujur tubuh ditambah ada luka seperti jeratan leher. Hidungnya juga terlihat patah. Tak kuasa menahan tangis. Ini sudah pasti bukan jatuh, tapi dianiaya," tegas Mia.

Senada ibu korban, Suyanti mengaku syok melihat kondisi anaknya.

"Saya ingin mencium anak saya, ternyata mukanya udah hancur, matanya udah bengkak, ini [eher] seperti berlubang, sekujur tubuhnya dan paha banyak sundutan rokok, tangannya lebam-lebam," ungkap Suyanti.

Baca juga: Kasus Kekerasan Santri di Kediri, Polisi Akan Periksa Pengasuh Pesantren

Keluarga pun melaporkan kematian anaknya ke Polsek Glenmore. Polres Kediri Kota lalu menetapkan empat tersangka.

Mereka adalah MN (18 tahun), MA (18 tahun), AK (17 tahun) dan AF (16 tahun, sepupu korban) yang merupakan senior korban di ponpres yang sama.

"Minggu malam kami telah mengamankan empat orang dan kita tetapkan sebagai tersangka dan kita lakukan penahanan untuk proses penyidikan lebih lanjut," ujar Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji, Senin (26/02).

Beberapa terduga pelaku berusia di bawah 18 tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com