Problem lainnya yang bisa memicu terjadinya kekerasan, ujarnya, karena banyak pesantren yang tidak memiliki izin dari Kemenag. Kondisi itu menyebabkan pengawasan menjadi lemah.
Tohir mengungkapkan bahwa banyak pesantren di Jawa Timur yang belum tercatat atau mendapatkan izin dari pemerintah.
”Karena kalau tidak berizin, maka biasanya, kontrol, standarisasi itu tidak bisa dieksekusi, kan tidak ada datanya di sistem data Kemenag,” jelasnya.
Namun, untuk mendorong agar pesantren mau mengurus izin juga menjadi masalah yang lain. Dia mengatakan banyak pimpinan pesantren yang enggan mendaftarkan lembaganya karena dianggap sebagai milik pribadi.
Baca juga: Alasan 4 Pelaku Aniaya Santri hingga Tewas di Pesantren Kediri
”Saya kira butuh semacam pencerahan begitu kepada para pengurus, pengasuh bahwa tidak seperti itu sebenarnya, kalau sudah didaftarkan kemudian jadi milik pemerintah, tidak."
”Justru dengan kita mendaftarkan, kita ada mitra kolaborasi, bekerjasama dengan eksternal untuk bisa membangun pesantren lebih baik dan lebih bermartabat yang bisa menjadi pilihan masyarakat,” tegasnya.
Senada Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna mengatakan merujuk pada aturan, setiap pesantren harus memiliki izin.
”Pesantren tidak punya izin itu ilegal. Jika diistilahkan seperti nikah sirih, nikah tidak terdaftar. Pemerintah tidak bisa masuk memberikan pengawasan, dan kalau ada apa-apa [pesantren] tidak bisa diminta pertanggungjawaban,” kata Sarmidi Husna kepada wartawan BBC News Indonesia, Rabu (28/02).
Perizinan, kata Sarmidi, dapat meminimalisir terjadinya kekerasan di dalam pesantren.
Untuk itu, Sarmidi Husna mengatakan perlu dilakukan sosialisasi agar setiap pesantren mengurus izin operasional dari Kemenag.
Sarmidi mengatakan, di Indonesia terdapat banyak pesantren yang tidak memiliki izin. Walau tak berizin, katanya, banyak santri yang belajar di sana.
Apa faktor penyebabnya?
Pertama, katanya, adalah faktor kepercayaan wali santri kepada pengasuh pesantren, tanpa melihat ada tidaknya izin operasional yang dimiliki.
“Kedua faktor bahwa pesantren itu sering memberikan biaya gratis atau beasiswa. Memikat masyarakat ke pesantren meskipun tidak terdaftar.”
Untuk itu, ujarnya, setiap orang tua harus selektif dalam memilih pesantren bagi anak mereka, yaitu yang “nyaman, aman, legal atau terdaftar, sehingga bisa mencegah hal yang tidak diinginkan,” kata Sarmidi.
Baca juga: Alasan 4 Pelaku Aniaya Santri hingga Tewas di Pesantren Kediri
Apa yang dialami Bintang bukan yang pertama. Dalam dua tahun terakhir, terdapat kasus kekerasan berujung kematian yang terjadi di dalam pesantren terungkap ke publik.
Awal Desember 2023, seorang santri Ponpes Husnul Khotimah di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, berinisial H (18), meninggal dunia. Ia diduga menjadi korban penganiayaan teman seangkatannya. Polisi menetapkan 18 orang tersangka dalam kasus ini.
September 2023, seorang santri di Ponpes Sirajurrokhim di Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah, meninggal akibat diduga dikeroyok oleh delapan santri lain.
November 2022, seorang santri tewas setelah diduga dianiaya seniornya di Ponpes Ta’mirul Islam Kampus Masaran di Kecamatan Masaran, Sragen, Jawa Tengah.
Baca juga: Nasib Pilu Santri Tewas Dianiaya 4 Senior di Kediri, Lebam dan Sempat Kirim Pesan Minta Tolong
Agustus 2022, seorang santri di Pondok Modern Darussalam Gontor 1, Ponorogo, Jawa Timur tewas dikeroyok dua rekannya.
Masih di bulan yang sama, seorang santri di Kabupaten Tangerang tewas diduga dianiaya oleh teman seangkatannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.