Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Tewasnya Santri Asal Banyuwangi karena Dianiaya di Pesantren, Kenapa Kekerasan Terus Berulang?

Kompas.com, 1 Maret 2024, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

Dalam istilah hukum, mereka disebut dengan istilah ‘anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), yaitu anak yang telah berusia 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Baca juga: Rekonstruksi Santri Dianiaya di Kediri, Pengacara Pelaku Sebut Tidak Ada Adegan Sudutan Rokok

"Sini jemput Bintang...aku takut"

Beberapa hari sebelum hembusan nafas terakhir, Bintang mengirimkan pesan kepada ibunya Suyanti untuk minta dijemput pulang lewat aplikasi WhatsApp.

“Sini jemput Bintang… Cepet sini. Aku takut maaa… Maaa tolonggh… Sini cpettt jemput,” pinta Bintang berkali-kali ke ibunya.

Suyanti mencoba menenangkan anaknya untuk bertahan. Mulai dari berjanji akan menjemputnya usai Ramadan hingga memberikan sepeda motor jika lulus sekolah.

Namun, Bintang tetap meminta untuk dijemput pulang. Keluarga tak menduga itu adalah pesan terakhirnya.

Suyatni mengatakan salah satu terduga pelaku adalah keponakannya, berinisial AF .

Baca juga: Alasan Sepupu Aniaya Santri di Kediri, Ikut Pukul Korban hingga Tewas

"Iya, AF memang sepupu Bintang. Saya juga kalau meminta tolong agar Bintang dijaga dan uang jajan anak saya juga kepada dia… Yang saya gak habis pikir. Apa salah anak saya, kok sampai tega dianiaya seperti itu," kata Suyatni.

Pengasuh PPTQ Al Hanifiyyah Mayan Mojo, Fatihunada mengaku awalnya mendapat kabar tewasnya korban karena terpeleset di kamar mandi pada Jumat (23/02). Dia menegaskan bukan karena penganiayaan.

"Saya dikabari saat baru bangun tidur, bahwa Bintang meninggal dunia. Kemudian saya tanya saudaranya FT, bahwa korban terpeleset di kamar mandi," kata Fatih, Senin (26/02).

Penasehat hukum keempat terduga pelaku, Rini Puspita Sari mengakui bahwa kliennya melakukan pemukulan kepada Bintang, yaitu ke wajah, punggung, dan dada.

Berdasarkan pengakuan terduga pelaku, kata Rini, pemukulan dilakukan karena korban tidak melakukan beberapa aturan, seperti mengikuti salat berjemaah dan piket.

“Pelaku ini mengingatkan jangan begitu, tapi korban saat ditegur menjawabnya tidak sinkron. Akhirnya emosi dan spontanitas melakukan pemukulan,” kata Rini ke BBC News Indonesia.

Baca juga: Tersangka Pelaku Pengeroyokan Santri di Kediri Jalani Rekonstruksi 55 Adegan di 3 TKP

Al Hanifiyyah tidak memiliki izin

Bupati Ipuk saat memberikan materi anti Bullying kepada santri Pondok Pesantren Amanatullah Kecamatan Gambiran (Kompas.com/Rizki Alfian Restiawan) Bupati Ipuk saat memberikan materi anti Bullying kepada santri Pondok Pesantren Amanatullah Kecamatan Gambiran
Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur menyebut bahwa PPTQ Al Hanifiyyah tidak memiliki izin operasional sebagai tempat pondok pesantren.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim Mohammad As'adul Anam mengatakan, karena tidak memiliki izin maka pihaknya tidak bisa melakukan tindakan secara administrasi.

"Kanwil dalam hal ini sangat menghormati proses hukum yang berlaku. Kalau penutupan, mohon maaf, karena sekolah, madrasah dengan ponpes itu entitas yang berbeda. Kalau ponpes ini rata-rata tidak didirikan pemerintah, semuanya didirikan kiai. Kalau pesantren dicabut izinnya, kegiatan ngajinya tetap, karena sifatnya informal,"kata Anam.

Berdasarkan penelusuran Kanwil Kemenag Jatim, PPTQ Al-Hanifiyyah mulai menjalankan kegiatan belajarnya sejak tahun 2014.

Saat ini, jumlah santri Al Hanifiyyah sebanyak 93 orang, terdiri dari 19 santri dan 74 orang santriwati.

Baca juga: Sepupu Aniaya Santri di Kediri karena Jengkel Diadukan ke Orangtua

Mengapa kekerasan di pesantren sering terjadi?

Pengamat pesantren dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof. Dr. Muhammad Tohir menyebut tindak kekerasan yang menewaskan santri di Kediri disebabkan karena keteledoran. Pasalnya, kasus serupa pernah terjadi di pesantren lain.

Tohir juga menyebut tidak ada sistem di pesantren yang bisa memantau, memonitor dan bisa memitigasi terjadinya kekerasan.

”Namanya teledor, tidak ada persiapan, mitigasi, tidak ada upaya pencegahan,” kata Tohir kepada wartawan Mustopa yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (28/02).

Relasi kepatuhan santri kepada seniornya juga disebut memberikan peluang untuk terbukanya tindakan-tindakan yang bisa dianggap sebagai kekerasan.

Baca juga: 7 Fakta Kasus Santri di Kediri Tewas Dianiaya, Sempat Minta Dijemput

”Maka, menurut saya sudah sepatutnya pesantren, semua lembaga sekolah punya semacam layanan untuk ramah santri,” katanya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau