KOMPAS.com - Gunung Lawu yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menyimpan kisah unik dari burung Jalak Lawu.
Burung Jalak Lawu yang memiliki nama latin Turdus sp adalah satwa endemik yang bisa ditemukan di Gunung Lawu.
Oleh penduduk setempat, burung Jalak Lawu juga disebut sebagai Jalak Gading.
Baca juga: Sang Cucu Sebut Mbok Yem Menolak Turun dari Gunung Lawu yang Terbakar demi Jaga Hewan Peliharaan
Ciri Jalak Lawu antara lain memiliki paruh yang berbentuk lancip, bulu pada kepala dan tubuh berwarna cokelat, bulu pada bagian dada berwarna kuning emas, dan kaki berwarna kuning gading
Satwa mungil ini seringkali tampak begitu jinak, namun biasanya akan langsung terbang begitu didekati.
Baca juga: 7 Fakta Gunung Lawu, Pemilik Tiga Puncak dan Warung Tertinggi di Indonesia
Menariknya, kemunculan burung Jalak Lawu selalu dikaitkan dengan mitos dan legenda yang ada di Gunung Lawu.
Berikut beberapa mitos dan fakta burung Jalak Lawu yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber.
Baca juga: Mengenal Gunung Lawu, Tempat Petilasan Raja Brawijaya V hingga Warung Tertinggi di Indonesia
Mitos yang paling terkenal dari Jalak Lawu adalah burung ini kerap menjadi penunjuk jalan bagi pendaki yang tersesat.
Kisah yang beredar menyebutkan bahwa beberapa pendaki di Gunung Lawu yang tersesat ditolong oleh kemunculan burung mungil ini.
Burung tersebut bertingkah seolah menemani pendaki yang kehilangan arah dan membantu untuk kembali ke jalur pendakian.
Tak heran jika kemudian burung Jalak Lawu kerap disebut sebagai sahabat bagi para pendaki.
Dilansir dari TribunSolo.com, seorang relawan Anak Gunung Lawu, Budi Santosa, mengungkap bahwa mitos mengenai Jalak Lawu sendiri sudah ada sejak era Kerajaan Majapahit.
"Burung itu juga cukup akrab dengan manusia, sehingga cerita ada pendaki yang dituntun oleh Jalak Lawu bukan hanya sekali atau dua kali tapi sudah sering," katanya kepada TribunSolo.com pada Sabtu (20/2/2021).
Mitos tentang Jalak Lawu ini tidak lepas dari legenda Wongso Menggolo yang ada di Gunung Lawu.
Peristiwa ini terjadi ketika Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit hendak mengasingkan diri di kawasan puncak Gunung Lawu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.