Namun Arief berharap para pendaki tidak mengandalkan keberadaan Jalak Lawu saat berjalan naik maupun ketika turun.
"Sudah fokus saja pada jalur pendakian, sehingga tidak terjadi potensi tersesat," ujarnya.
Hal yang sama diungkap Danang Sutopo, pendaki sekaligus anggota Tim SAR Anak Gunung Lawu (AGL) yang mengaku sering bertemu dengan burung Jalak Lawu saat mendaki, khususnya setelah melewati Pos 2.
Menurut Danang, burung tersebut memang selalu terlihat sehingga menimbulkan kesan sedang menemani pendaki.
"Masih banyak populasinya, terutama di area mendekati puncak gunung. Burungnya selalu ada di depan pendaki, dan saat mau didekati pasti langsung terbang. Lalu datang lagi di depan, begitu seterusnya. Jadi seakan menunjukan jalan," kata Danang kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2018).
Walau begitu, menurut Danang kemunculan Jalak Lawu ini tidak terkait dengan mitos namun tertarik dengan makanan sisa yang ditinggalkan pendaki.
"Itu terserah pandangan masing-masing saja, tetapi menurut saya, burung itu hendak mencari sisa mi yang bentuknya mirip cacing. Burung itu kan sukanya makan cacing," ujarnya.
Pendapat ini dibenarkan Mohammad Irham, ahli burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Saya pernah mengamati burung tersebut, (mereka) memanfaatkan sisa-sisa makanan pendaki yang ditinggalkan di jalur pendakian atau di pos perhentian. Jadi, kemungkinan burung tersebut mendekati pendaki karena terbiasa memperoleh makanan sisa dari pendaki, terutama sisa makanan yang ada di jalur pendakian," kata Irham kepada Kompas.com, Kamis (18/1/2018).
Jalak Lawu merupakan salah satu jenis burung yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Harga Jalak Lawu yang cukup mahal di pasaran menjadi penyebab tingginya perburuan yang berakibat pada penurunan populasi burung ini di alam.
Kurangnya pengawasan terhadap perburuan liar semakin membuat populasi Jalak Lawu terancam.
Selain itu, eksploitasi hutan serta menurunnya kualitas maupun kuantitas habitat membuat jumlah burung ini terus berkurang.
Salah satu kearifan lokal yang menjaga kelestarian populasi Jalak Lawu adalah mitos bagi orang yang menganggunya.
Dilansir dari laman TribunJogja, konon siapapun yang sengaja mengganggu, melemparinya dengan batu, atau bahkan berusaha menangkap Jalak Lawu bakal ditimpa musibah atau celaka sepanjang hidupnya.
Sumber:
kominfo.magetan.go.id
bkpsl.org
solo.tribunnews.com
jogja.tribunnews.com
surabaya.kompas.com (Sukoco, Pythag Kurniati)
sains.kompas.com (Michael Hangga Wismabrata)