MALANG, KOMPAS.com - Ratusan warga Malang Raya berkumpul di sekitar luar Stadion Gajayana, Kota Malang, Jawa Timur, pada Minggu (1/10/2023) siang. Mereka kemudian berkonvoi menuju Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, untuk menyuarakan keadilan penanganan hukum tragedi Kanjuruhan.
Berbagai spanduk dibawa peserta konvoi. Ada yang bertuliskan 'Justice For Arek Malang', 'Justice For 135+', 'Hakim Jangan Masuk Angin' dan lainnya.
Seorang keluarga korban tragedi Kanjuruhan, Devi Athok Yulfitri, ikut dalam aksi tersebut. Dia kehilangan kedua buah hatinya. Natasya Ramadani (16) dan Naila Anggarini (14) meninggal dalam tragedi 1 Oktober 2022 itu. Selain itu, mantan istrinya, Debi Asta, juga turut meninggal.
Baca juga: Rapat Pembentukan Komite Ad Hoc Suporter Digelar 1 Oktober Saat Peringatan Tragedi Kanjuruhan
Devi mengatakan, aksi itu bertujuan sebagai pengingat kepada semua pihak bahwa korban belum mendapatkan keadilan. Apalagi, penerapan Pasal 338 dan 340 KUHP yang ada di laporan model B belum dilaksanakan.
"Di laporan model A itu tidak menyentuh semua pelakunya. Seperti penembak gas air mata, pihak PSSI kan belum tersentuh. Itu sangat melukai keluarga korban dan Aremania yang luka dan permanen," kata Devi pada Minggu.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Kaki Sempat Retak, Aan Kini Kesulitan Lamar Pekerjaan
Aksi itu juga sebagai bentuk perjuangan Arek Malang untuk mendukung keadilan bagi keluarga korban tragedi Kanjuruhan.
Devi mengaku kecewa dengan pernyataan Ketua Umum PSSI Erick Thohir beberapa waktu lalu bahwa keluarga korban sudah diberi uang santunan sosial.
Menurutnya, pemberian uang santunan itu tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa adanya keadilan hukum.
"Karena kemarin Erick Thohir bilang bahwa keluarga korban sudah dikasih uang, apakah semua bisa diselesaikan dengan uang. Ini kan soal hukum, hukum sama uang kan beda," katanya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.