Salin Artikel

1 Tahun Tragedi Kanjuruhan dan Memori "Berpisahnya" 2 Sahabat

JEMBER, KOMPAS.com – Satu tahun, tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur telah berlalu.

Namun Abdul Muqit (23), warga Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung Kabupaten Jember, Jawa Timur tidak pernah bisa melupakan kejadian yang menewaskan sahabatnya, Faiqotul Hikmah.

Rasa kehilangan masih sering menghantuinya. Bagaimana tidak, sudah 11 tahun keduanya berteman hingga persahabatan terasa seperti persaudaraan. Muqit pula yang mengantarkan sendiri jasad sang sahabat dengan ambulans.

“Saya berteman dengan almarhumah sejak SMP, sudah 11 tahun,” kata dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/9/2023).

Muqit sebetulnya sudah mengikhlaskan kepergian kawannya itu. Tapi dia merasa keadilan belum sepenuhnya hadir.

“Saya ikhlas dengan kepergian korban, tapi kalau keadilan belum,” tutur dia.

Ratusan kilometer menuju Kanjuruhan

Muqit bercerita, 1 Oktober 2022 pagi, adalah hari yang membuat mereka bersemangat. Muqit tak menyangka di hari itu pula tragedi akan memisahkan dia dan sahabatnya.

Keduanya berangkat dengan penuh sukacita untuk menyaksikan pertandingan Arema FC kontra Persebaya di Stadion Kanjuruhan di Kepanjen, Kabupaten Malang.

Muqit dan Faiqotul menaiki sepeda motor dari Jember menuju ke Malang, Jawa Timur, menempuh ratusan kilometer menuju tempat pertandingan.

“Saya berangkat jam 06.00 WIB, sampai di Malang pukul 16.00 WIB,” katanya.

Di tengah perjalanan, Muqit dan Faiqotul berhenti di rumah temannya di Kabupaten Lumajang.

Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan  melewati Jalur Lintas Selatan (JLS). Muqit masih ingat betul saat itu hujan mengguyur sehingga mereka terpaksa harus berhenti sebelum sampai ke stadion.

“Tiba di Piket Nol kena macet, di sana hujan sangat deras sama petir, akhirnya kita berhenti berteduh,” terang dia.

Setelah hujan reda, keduanya berangkat melanjutkan perjalanan. Namun, Faiq mengaku sakit pinggang karena kelelahan di perjalanan. Akhirnya, mereka berhenti ketika tiba di daerah Dampit.

“Di sana makan dulu, namun Faiq tidak makan. Nasinya diberikan pada orang Banyuwangi yang keracunan obat di sana,” papar dia.

Selanjutnya, Muqit bersama Faiq kembali melanjutkan perjalanan ke stadion. Setibanya di lokasi, mereka mandi, shalat dan mengantre tiket.

“Ketika tiket punya Faiq sudah ada, dia masuk. Sedangkan saya kena tipu tiket palsu jadi enggak bisa masuk,” papar dia.

Tak hanya Muqit, banyak rombongan lainnya yang juga tertipu tiket palsu. Akhirnya, Muqit membeli tiket asli pada seseorang.

Namun, tiket itu baru dikantonginya ketika pertandingan sudah berjalan 70 menit. Bahkan, saat itu di dalam stadion polisi sudah menyemprotkan gas air mata.

Suasana malam itu mencekam, orang-orang berlarian panik. Jerit tangis mereka yang terjebak di pintu yang tak terbuka penuh, menyayat hati.

“Jadi saya masuk karena panik cari Faiq. Lalu teman saya kirim foto di depan gate 14. Foto itu seperti foto punggung almarhumah, sehingga saya berpikir Faiq aman,” papar dia.

“Awalnya saya sudah tenang, karena kayak fotonya Faiq. Namun ternyata bukan,” ungkap dia.

Akhirnya, Muqit kembali mencari Faiq dengan mengelilingi stadion.

Meski tubuhnya lelah, yang ada di pikiran Muqit saat itu hanyalah menemukan Faiq.

Kakinya terus melangkah hingga tak sadar waktu menunjukkan pukul 12.30 WIB. Muqit baru menemukan Faiq sekitar pukul 01.00 WIB usai mendapat telepon dari temannya.

“Faiq meninggal dunia, kata teman saya, saya jawab ah yang benar kamu,” ucap Muqit menirukan ucapannya kala itu.

Setelah mendapat kabar itu, Muqit segera mendatangi lokasi yang ditunjuk temannya. Di sana ia melihat tubuh Faiq sudah terbujur kaku.

Tangisnya pun pecah. Dini hari itu, Muqit tak berhenti terisak.

“Awalnya saya tidak percaya kalau itu Faiq, tapi setelah melihatnya, saya langsung nangis,” papar dia.

Muqit merasa hancur ketika melihat temannya sudah meninggal dunia. Pikirannya campur aduk antara percaya dan tidak.

Muqit juga menghubungi temannya di Jember untuk mengabarkan pada keluarga Faiq bahwa Faiq sudah meninggal dunia.

“Habis itu saya cari ambulans, ada tentara yang ngasih nomor ambulans ke sana (Jember). Setelah harga ambulans sepakat, saya bawa Faiq pulang pakai ambulans pulang ke Jember,” tutur dia

Ketika tiba di rumah duka, orangtua Faiq berteriak histeris. Hari itu pun menjadi hari tak terlupakan bagi Muqit.

“Saya tidak bisa lupa kejadian itu, fotonya almarhumah waktu meninggal tidak saya hapus,” ucap dia.

Setelah setahun tragedi Kanjuruhan terjadi, Muqit memiliki keinginan untuk kembali mengunjungi stadion tersebut dan berdoa di tempat berpulangnya sang sahabat.

“Saya juga ingin lihat isi dalam stadion itu, mengenang kenangan pahit,” tutur dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/29/061500478/1-tahun-tragedi-kanjuruhan-dan-memori-berpisahnya-2-sahabat-

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com