"Mahasiswa itu bukan petani. Dia baru lulus kuliah. Tetapi namanya tercatat sebagai petani yang menerima bantuan pupuk bersubsidi. Orangtuanya juga bukan petani," jelas Purning.
Purning memastikan mahasiswa itu juga tidak pernah menerima bantuan pupuk meski namanya masuk dalam petani penerima pupuk bersubsidi.
Baca juga: Penimbunan Pupuk Bersubsidi 1,5 Ton di Probolinggo Terungkap, Pemilik Kios Jadi Tersangka
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun, Jawa Timur kemudian menetapkan dua tersangka yakni Suyatno dan Dharto. Setelah ditetapkan tersangka, Suyatno ditahan sejak Selasa (24/1/2023).
Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Madiun Ardhitia Harjanto mengatakan tersangka Suyatno diduga melakukan penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi dengan cara memanipulasi data penerima pupuk subsidi.
Caranya menggunakan nama-nama yang bukan anggota kelompok tani dengan tujuan untuk menambah luasan tanam.
Tersangka Suyatno diduga mengarahkan untuk segera menandatangani RDKK dan laporan bulanan verifikasi yang sudah jadi, membuat usulan kuota pupuk tidak berdasarkan RDKK, tidak melakukan verifikasi dan validasi RDKK.
Sementara Dharto yang juga ditetapkan tersangka adalah Ketua Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Mitra Rosan.
Dia berperan sebagai distributor penyaluran pupuk subsidi. Saat peristiwa korupsi berlangsung, KPTR Mitra Rosan menggunakan kewenangannya untuk menunjuk kios atau pengecer untuk distribusi pupuk bersubsidi subsektor perkebunan tebu.
Baca juga: Petani Bondowoso Unjuk Rasa Meminta Pupuk Subsidi, Ancam Golput di Pemilu 2024
Namun, saat itu tersangka Dharto menunjuk nama-nama orang untuk bertanggung jawab dalam distribusi pupuk bersubsidi tanpa memiliki kios atau tempat usaha.
Dari pemeriksaan didapatkan fakta ternyata pupuk bersubsidi itu disalurkan kepada orang atau petani yang tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi.
“Pupuk bersubsidi tersebut justru disalurkan kepada petani yang memiliki lahan lebih dari 2 hektare. Selain itu, tersangka menggunakan nama kelompok tani lain yang digunakan dalam RDKK distribusi tersebut,” kata Ardhi.
Baca juga: Petani Sulit Peroleh Pupuk, Ombudsman Justru Temukan Ratusan Ton Pupuk Subsidi di Gudang Sergai
Tersangka Dharto juga memanipulasi dokumen penyaluran pupuk bersubsidi termasuk bukti pengiriman dari KPTR ke kios dan bukti pengiriman dari kios ke petani.
Dia pun mengajukan sebagai distributor, namun tidak sesuai dengan Permendag, RDKK dibuat dengan jumlah kebutuhan pupuk dan luas lahan yang dilebihkan, menyalurkan pupuk bersubsidi tidak sesuai enam asas.
“Tersangka Dharto juga melakukan penyaluran pupuk bersubsidi tanpa melalui gudang KPTR Mitra Rosan dan melalui kios fiktif, melakukan penyaluran pupuk bersubsidi hanya untuk kepentingan petani besar, dan memanipulasi dokumen penyaluran,” ungkap Ardhi.
Akibat perbuatan Dharto dan Suyatno, negara mengalami kerugian negara sebesar Rp 1.135.980.308.