Salin Artikel

Pejabat dan Distributor Sekongkol Manipulasi Data Penerima Pupuk Bersubsidi di Madiun, Berujung Vonis 3,5 Tahun Penjara

Kini eks Kasi Pupuk Dinas Pertanian dan Perkebunan Madiun bernama Suyatno tersebut divonis 3,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya.

Vonis yang sama juga dijatuhkan pada distributor pupuk bersubsidi bernama Dharto.

Kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,13 miliar. Berikut rangkuman kasusnya:

Bermula kelangkaan pupuk

Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, Jawa Timur mulai menangani kasus dugaan penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi pada tahun 2019 setelah petani di Kabupaten Madiun mengeluhkan langkanya keberadaan pupuk bersubsidi, awal tahun 2022.

Penyidik Kejari Kabupaten Madiun melakukan serangkaian penyelidikan.

Ternyata didapati fakta adanya penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Madiun.

Tim lalu memeriksa ratusan petani, pihak Petrokimia selaku penyedia pupuk bersubsidi, distributor, penyuluh pertanian, dan para pejabat di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Madiun.

Dari pemeriksaan saksi-saksi, tim Kejari Kabupaten Madiun mendapati fakta adanya manipulasi data penerima pupuk bersubsidi.

Beberapa pengusaha bidang pertanian yang semestinya tidak mendapatkan pupuk malah mendapatkan jatah pupuk bersubsidi dalam jumlah yang banyak.

Lalu ditemukan pula, pengusaha-pengusaha tebu yang meminjam identitas petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi ternyata sudah meninggal dunia saat kasus ini ditangani kejaksaan.

"Setelah kami periksa 70-an petani, banyak petani yang namanya ada dalam daftar penerima pupuk bersubsidi namun ternyata tidak pernah menerima sama sekali. Nama dan KTP mereka dipinjam beberapa pengusaha untuk mendapatkan jatah pupuk bersubsidi. Mereka memberikan KTP-nya lantaran sawah milik petani itu disewa pengusaha tersebut. Tetapi pengusaha yang meminjam KTP petani sudah meninggal dunia," ujar Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Madiun, Purning Dahono Putra saat itu.

Penyidik juga menemukan nama seorang mahasiswa yang baru lulus kuliah dalam daftar penerima pupuk bersubsidi.

Padahal, mahasiswa itu tak memiliki sawah, orangtuanya juga bukan petani.

"Mahasiswa itu bukan petani. Dia baru lulus kuliah. Tetapi namanya tercatat sebagai petani yang menerima bantuan pupuk bersubsidi. Orangtuanya juga bukan petani," jelas Purning.

Purning memastikan mahasiswa itu juga tidak pernah menerima bantuan pupuk meski namanya masuk dalam petani penerima pupuk bersubsidi.

2 tersangka, pejabat terlibat

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun, Jawa Timur kemudian menetapkan dua tersangka yakni Suyatno dan Dharto. Setelah ditetapkan tersangka, Suyatno ditahan sejak Selasa (24/1/2023).

Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Madiun Ardhitia Harjanto mengatakan tersangka Suyatno diduga melakukan penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi dengan cara memanipulasi data penerima pupuk subsidi.

Caranya menggunakan nama-nama yang bukan anggota kelompok tani dengan tujuan untuk menambah luasan tanam.

Tersangka Suyatno diduga mengarahkan untuk segera menandatangani RDKK dan laporan bulanan verifikasi yang sudah jadi, membuat usulan kuota pupuk tidak berdasarkan RDKK, tidak melakukan verifikasi dan validasi RDKK.

Sementara Dharto yang juga ditetapkan tersangka adalah Ketua Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Mitra Rosan.

Dia berperan sebagai distributor penyaluran pupuk subsidi. Saat peristiwa korupsi berlangsung, KPTR Mitra Rosan menggunakan kewenangannya untuk menunjuk kios atau pengecer untuk distribusi pupuk bersubsidi subsektor perkebunan tebu.

Namun, saat itu tersangka Dharto menunjuk nama-nama orang untuk bertanggung jawab dalam distribusi pupuk bersubsidi tanpa memiliki kios atau tempat usaha.

Dari pemeriksaan didapatkan fakta ternyata pupuk bersubsidi itu disalurkan kepada orang atau petani yang tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi.

“Pupuk bersubsidi tersebut justru disalurkan kepada petani yang memiliki lahan lebih dari 2 hektare. Selain itu, tersangka menggunakan nama kelompok tani lain yang digunakan dalam RDKK distribusi tersebut,” kata Ardhi.

Tersangka Dharto juga memanipulasi dokumen penyaluran pupuk bersubsidi termasuk bukti pengiriman dari KPTR ke kios dan bukti pengiriman dari kios ke petani.

Dia pun mengajukan sebagai distributor, namun tidak sesuai dengan Permendag, RDKK dibuat dengan jumlah kebutuhan pupuk dan luas lahan yang dilebihkan, menyalurkan pupuk bersubsidi tidak sesuai enam asas.

“Tersangka Dharto juga melakukan penyaluran pupuk bersubsidi tanpa melalui gudang KPTR Mitra Rosan dan melalui kios fiktif, melakukan penyaluran pupuk bersubsidi hanya untuk kepentingan petani besar, dan memanipulasi dokumen penyaluran,” ungkap Ardhi.

Akibat perbuatan Dharto dan Suyatno, negara mengalami kerugian negara sebesar Rp 1.135.980.308.

Setelah kasus bergulir ke meja hijau, pada Selasa (18/7/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis bersalah Dharto dan Suyatno dengan hukuman 3,5 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan dan denda sejumlah Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan tiga bulan,” kata Majelis Hakim.

Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Madiun, Ardhitia Harjanto yang dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (20/7/2023) menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.

"Kedua terdakwa yakni Dharto dan Suyatno dijatuhi hukuman masing-masing tiga tahun enam bulan penjara,” kata Ardhitia.

Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 6,5 tahun penjara. Khusus untuk terdakwa Dharto, kata Ardhi, JPU Kejari Kabupaten Madiun juga menuntut untuk membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 1.135.980.308.

Namun, bila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

JPU Kejari Kabupaten Madiun menyatakan banding terhadap vonis tersebut. Sama halnya dengan JPU, kedua terdakwa juga mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/21/095733078/pejabat-dan-distributor-sekongkol-manipulasi-data-penerima-pupuk-bersubsidi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke