Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat dan Distributor Sekongkol Manipulasi Data Penerima Pupuk Bersubsidi di Madiun, Berujung Vonis 3,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 21/07/2023, 09:57 WIB
Muhlis Al Alawi,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com- Kasus manipulasi data penerima pupuk bersubsidi di Madiun, Jawa Timur menyeret nama salah satu oknum mantan pejabat Pemerintahan Kabupaten Madiun.

Kini eks Kasi Pupuk Dinas Pertanian dan Perkebunan Madiun bernama Suyatno tersebut divonis 3,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya.

Vonis yang sama juga dijatuhkan pada distributor pupuk bersubsidi bernama Dharto.

Kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,13 miliar. Berikut rangkuman kasusnya:

Baca juga: 2 Terdakwa Korupsi Pupuk Bersubsidi di Madiun Dituntut 6,5 Tahun Penjara

Bermula kelangkaan pupuk

Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, Jawa Timur mulai menangani kasus dugaan penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi pada tahun 2019 setelah petani di Kabupaten Madiun mengeluhkan langkanya keberadaan pupuk bersubsidi, awal tahun 2022.

Penyidik Kejari Kabupaten Madiun melakukan serangkaian penyelidikan.

Ternyata didapati fakta adanya penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Madiun.

Tim lalu memeriksa ratusan petani, pihak Petrokimia selaku penyedia pupuk bersubsidi, distributor, penyuluh pertanian, dan para pejabat di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Madiun.

Baca juga: Penimbunan Pupuk Bersubsidi 1,5 Ton di Probolinggo Terungkap, Pemilik Kios Jadi Tersangka

Manipulasi data

Ilustrasi data yang diterima perusahaan dari berbagai layanan dan aplikasi.Dok. Shutterstock Ilustrasi data yang diterima perusahaan dari berbagai layanan dan aplikasi.

Dari pemeriksaan saksi-saksi, tim Kejari Kabupaten Madiun mendapati fakta adanya manipulasi data penerima pupuk bersubsidi.

Beberapa pengusaha bidang pertanian yang semestinya tidak mendapatkan pupuk malah mendapatkan jatah pupuk bersubsidi dalam jumlah yang banyak.

Lalu ditemukan pula, pengusaha-pengusaha tebu yang meminjam identitas petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi ternyata sudah meninggal dunia saat kasus ini ditangani kejaksaan.

"Setelah kami periksa 70-an petani, banyak petani yang namanya ada dalam daftar penerima pupuk bersubsidi namun ternyata tidak pernah menerima sama sekali. Nama dan KTP mereka dipinjam beberapa pengusaha untuk mendapatkan jatah pupuk bersubsidi. Mereka memberikan KTP-nya lantaran sawah milik petani itu disewa pengusaha tersebut. Tetapi pengusaha yang meminjam KTP petani sudah meninggal dunia," ujar Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Madiun, Purning Dahono Putra saat itu.

Baca juga: Diduga Selundupkan 10 Ton Pupuk Subsidi, Nenek di Lumajang Ditangkap

Penyidik juga menemukan nama seorang mahasiswa yang baru lulus kuliah dalam daftar penerima pupuk bersubsidi.

Padahal, mahasiswa itu tak memiliki sawah, orangtuanya juga bukan petani.

"Mahasiswa itu bukan petani. Dia baru lulus kuliah. Tetapi namanya tercatat sebagai petani yang menerima bantuan pupuk bersubsidi. Orangtuanya juga bukan petani," jelas Purning.

Purning memastikan mahasiswa itu juga tidak pernah menerima bantuan pupuk meski namanya masuk dalam petani penerima pupuk bersubsidi.

Baca juga: Penimbunan Pupuk Bersubsidi 1,5 Ton di Probolinggo Terungkap, Pemilik Kios Jadi Tersangka

2 tersangka, pejabat terlibat

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun, Jawa Timur kemudian menetapkan dua tersangka yakni Suyatno dan Dharto. Setelah ditetapkan tersangka, Suyatno ditahan sejak Selasa (24/1/2023).

Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Madiun Ardhitia Harjanto mengatakan tersangka Suyatno diduga melakukan penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi dengan cara memanipulasi data penerima pupuk subsidi.

Caranya menggunakan nama-nama yang bukan anggota kelompok tani dengan tujuan untuk menambah luasan tanam.

Tersangka Suyatno diduga mengarahkan untuk segera menandatangani RDKK dan laporan bulanan verifikasi yang sudah jadi, membuat usulan kuota pupuk tidak berdasarkan RDKK, tidak melakukan verifikasi dan validasi RDKK.

Sementara Dharto yang juga ditetapkan tersangka adalah Ketua Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Mitra Rosan.

Dia berperan sebagai distributor penyaluran pupuk subsidi. Saat peristiwa korupsi berlangsung, KPTR Mitra Rosan menggunakan kewenangannya untuk menunjuk kios atau pengecer untuk distribusi pupuk bersubsidi subsektor perkebunan tebu.

Baca juga: Petani Bondowoso Unjuk Rasa Meminta Pupuk Subsidi, Ancam Golput di Pemilu 2024

Namun, saat itu tersangka Dharto menunjuk nama-nama orang untuk bertanggung jawab dalam distribusi pupuk bersubsidi tanpa memiliki kios atau tempat usaha.

Dari pemeriksaan didapatkan fakta ternyata pupuk bersubsidi itu disalurkan kepada orang atau petani yang tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi.

“Pupuk bersubsidi tersebut justru disalurkan kepada petani yang memiliki lahan lebih dari 2 hektare. Selain itu, tersangka menggunakan nama kelompok tani lain yang digunakan dalam RDKK distribusi tersebut,” kata Ardhi.

Baca juga: Petani Sulit Peroleh Pupuk, Ombudsman Justru Temukan Ratusan Ton Pupuk Subsidi di Gudang Sergai

Tersangka Dharto juga memanipulasi dokumen penyaluran pupuk bersubsidi termasuk bukti pengiriman dari KPTR ke kios dan bukti pengiriman dari kios ke petani.

Dia pun mengajukan sebagai distributor, namun tidak sesuai dengan Permendag, RDKK dibuat dengan jumlah kebutuhan pupuk dan luas lahan yang dilebihkan, menyalurkan pupuk bersubsidi tidak sesuai enam asas.

“Tersangka Dharto juga melakukan penyaluran pupuk bersubsidi tanpa melalui gudang KPTR Mitra Rosan dan melalui kios fiktif, melakukan penyaluran pupuk bersubsidi hanya untuk kepentingan petani besar, dan memanipulasi dokumen penyaluran,” ungkap Ardhi.

Akibat perbuatan Dharto dan Suyatno, negara mengalami kerugian negara sebesar Rp 1.135.980.308.

Vonis 3,5 tahun

Ilustrasi Pengadilan.SHUTTERSTOCK/MARIUSZ SZCZYGIEL Ilustrasi Pengadilan.

 

Setelah kasus bergulir ke meja hijau, pada Selasa (18/7/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis bersalah Dharto dan Suyatno dengan hukuman 3,5 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan dan denda sejumlah Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan tiga bulan,” kata Majelis Hakim.

Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Madiun, Ardhitia Harjanto yang dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (20/7/2023) menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.

"Kedua terdakwa yakni Dharto dan Suyatno dijatuhi hukuman masing-masing tiga tahun enam bulan penjara,” kata Ardhitia.

Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 6,5 tahun penjara. Khusus untuk terdakwa Dharto, kata Ardhi, JPU Kejari Kabupaten Madiun juga menuntut untuk membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 1.135.980.308.

Namun, bila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

JPU Kejari Kabupaten Madiun menyatakan banding terhadap vonis tersebut. Sama halnya dengan JPU, kedua terdakwa juga mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dua Pejabat di DPRD Madiun Diperiksa terkait Kasus Korupsi Dana Aspirasi Rp 1,5 Miliar

Dua Pejabat di DPRD Madiun Diperiksa terkait Kasus Korupsi Dana Aspirasi Rp 1,5 Miliar

Surabaya
Pria di Pasuruan Protes Kehilangan 2 Testis Usai Operasi Prostat, RS Klaim Sesuai Prosedur

Pria di Pasuruan Protes Kehilangan 2 Testis Usai Operasi Prostat, RS Klaim Sesuai Prosedur

Surabaya
Satu Pasangan Jalur Independen Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang Tak Lolos Verifikasi

Satu Pasangan Jalur Independen Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang Tak Lolos Verifikasi

Surabaya
Kisah Wanita Kuli Panggul di Pasar Surabaya Bisa Berangkat Haji

Kisah Wanita Kuli Panggul di Pasar Surabaya Bisa Berangkat Haji

Surabaya
Wali Kota Eri Cahyadi Kembali Tegaskan Larangan Sekolah di Surabaya Study Tour ke Luar Daerah

Wali Kota Eri Cahyadi Kembali Tegaskan Larangan Sekolah di Surabaya Study Tour ke Luar Daerah

Surabaya
Sepeda Motor di Banyuwangi Terbakar setelah 'Ngangsu' BBM

Sepeda Motor di Banyuwangi Terbakar setelah "Ngangsu" BBM

Surabaya
Pemprov Jatim soal Pengosongan Rusunawa Gunungsari Surabaya: Penghuni Tak Mau Bayar Sewa

Pemprov Jatim soal Pengosongan Rusunawa Gunungsari Surabaya: Penghuni Tak Mau Bayar Sewa

Surabaya
Diusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya, Warga Terancam Tak Punya Tempat Tinggal

Diusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya, Warga Terancam Tak Punya Tempat Tinggal

Surabaya
Rumah Warga Trenggalek Ditaburi Kotoran Kambing, Bhabinkamtibmas Turun Tangan

Rumah Warga Trenggalek Ditaburi Kotoran Kambing, Bhabinkamtibmas Turun Tangan

Surabaya
Pantai Ngalur di Tulungagung: Daya Tarik, Lokasi, dan Rute

Pantai Ngalur di Tulungagung: Daya Tarik, Lokasi, dan Rute

Surabaya
Ramai soal UKT Universitas Brawijaya, Wakil Rektor Sebut Sudah Sesuai Regulasi

Ramai soal UKT Universitas Brawijaya, Wakil Rektor Sebut Sudah Sesuai Regulasi

Surabaya
Cerita Tukang Ojek di Malang Rutin Menabung sejak 1998 hingga Bisa Melaksanakan Ibadah Haji

Cerita Tukang Ojek di Malang Rutin Menabung sejak 1998 hingga Bisa Melaksanakan Ibadah Haji

Surabaya
Pengakuan Warga yang Terusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya: Nunggak 2 Tahun dan Tak Boleh Nyicil

Pengakuan Warga yang Terusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya: Nunggak 2 Tahun dan Tak Boleh Nyicil

Surabaya
Polisi Amankan Puluhan Kayu Jati Ilegal dan 3 Pelaku Pencuri Kayu di Inhutani Ngawi

Polisi Amankan Puluhan Kayu Jati Ilegal dan 3 Pelaku Pencuri Kayu di Inhutani Ngawi

Surabaya
Mantan Kades di Malang Ditangkap atas Kasus Korupsi DD Rp 646 Juta

Mantan Kades di Malang Ditangkap atas Kasus Korupsi DD Rp 646 Juta

Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com