"Orang yang mau berkomentar enggak apa apa, saya anggap biasa itu," kata dia.
Perlakuan khusus yang didapat oleh YL kepada anaknya itu menjadi anugerah pula. Dia diajarkan cara masak menu makanan yang kaya protein dan gizinya oleh KSH juga tenaga ahli gizi.
Al putranya juga mendapatkan bantuan snack dan susu yang diberikan dari pemerintah kota melaui kelurahan setempat. Bahkan keluarga YL dan RH sudah terdaftar dalam sistem Pemkot yang bernama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Adapun menu yang dihasilkan tentunya disesuaikan dengan uang belanja YL yang diberi jatah oleh suaminya.
"Iya diajari pola asuh juga, diajarin masak yang kaya protein, kayak ikan mujair, rempelo, pokoknya yang ramah sama uang saku. Alhamdulillah anak saya doyan makan," papar dia.
Yl seperti tidak mengetahui bahwa pemerintah Kota Surabaya memberikan kelas Calon Pengantin (Catin) kepada seluruh warganya yang akan menikah.
Kelas tersebut tiada lain adalah bentuk pencegahan dari stunting sebelum menikah dan mewujudkan ibu hamil yang sehat.
Sayangnya, ketika ditanyakan kepada Yl dan RH, keduanya tak pernah melakukan pemeriksaan ke puskesmas yang mana surat hasil pemeriksaan itu menjadi syarat utama untuk mendapatkan buku nikah dari Kantor Urusan Agama setempat,
"Enggak, saya enggak periksa waktu itu," kata dia.
Persoalan ekonomi, bukan menjadi hambatan pasangan muda ini untuk terus berikhtiar hidup,
RH yang bekerja sebagai kuli bangunan terus diberikan pekerjaan yang lancar sehingga kondisi dapur mereka tetap ngebul dan stabil.
Selain sebagai kuli bangunan, RH juga masih terbilang aktif tukang sapu. Pengakuan YL berapapun perolehan suaminya harus diatur cukup.
"Lulusan SD suami saya, kerjaan kuli bangunan dan tukang sapu, tapi alhamdulillah cukup kok," ucap YL.
Sementara itu, Verawati Petugas KSH di Kelurahan Gading itu mengaku menemukan balita Al saat mengikuti program posyandu di rumahnya.
Vera langsung memperhatikan dan menanyakan usia Al kepada ibunya. Ternyata dari hal itu mengarah ke stunting.