Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengasuh Ponpes di Jember Diduga Cabuli 15 Santriwati, Istri Diteror hingga Pondok Belum Terdaftar

Kompas.com, 14 Januari 2023, 20:40 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - FH, pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Jember, Jawa Timur dilaporkan ke polisi atas dugaan perselingkuhan dan pencabulan terhadap belasan santriwati.

Kasus dugaan perselingkuhan dan pencabulan terjadi di Ponpes Al Djalil 2, Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember.

Terkait kasus tersebut, ada 15 santriwati yang menjalani proses visum.

Kasus tersebut terungkap saat istri FH, HA menyebut suaminya berbuat mesum dengan santriwati saat tengah malam.

Baca juga: Pengasuh Pesantren Diduga Cabuli Santriwati di Jember Diperiksa Polisi

Saat itu ada salah satu santriwati yang mendengar ada suara perempuan di kamar FH jelang tengah malam.

Karena penasaran, santriwati tersebut mendobrak kamar sedang berduaan dengan seorang ustazah yang berstatus santri.

Ia pun langsung melaporkan hal tersebut ke HA yang berbeda kamar dengan FH.

"Ada santri itu mendobrak pintu suami saya, dan ternyata betul ada ustadzahnya (masih santrinya juga), lalu ustadzahnya itu disuruh keluar dari pintu satunya, karena di kamar tersebut ada dua pintu," ujar HA saat diwawancarai di ruang PPA Satreskrim Polres Jember, Kamis (5/1/2023).

Sementara itu di kesempatan yang berbeda, FH berdalih kegiatan bersama santriwati adalah evaluasi pembelajaran.

"Tidak ada penggerebekan, dan itu kegiatan yang biasa dilakukan santri dalam rangka evaluasi, di sini kegiatan selesai jam 11 malam, jadi evaluasi dilakukan setengah dua belas malam," kata dia saat ditemui di Ponpesnya.

Baca juga: Awal Mula Dugaan Perselingkuhan dan Pencabulan Pengasuh Ponpes di Jember hingga 15 Santriwati Divisum

Dia menegaskan, malam saat kejadian, dirinya sedang bersama istrinya.

"Saya masih tidur di kamar, tidur sama istri saya sama anak saya. Jadi saya pilih diam dengan apa yang dilakukan istri saya, meskipun telah dianggap dzolim, main perempuan atau apa saya pilih diam. Demi menjaga keutuhan keluarga, itu saja," pungkasnya.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Yamini menambakan, dari pihak terduga korban ada empat anak yang diperiksa.

“Dua diantaranya sudah dewasa, dua masih dibawah umur,” terang dia.

Istri diteror

Polres Jember memeriksa pengasuh pesantren terduga kasus pencabulan pada santriwatiKompas.com/Bagus Supriadi Polres Jember memeriksa pengasuh pesantren terduga kasus pencabulan pada santriwati
Dari kasus tersebut, HA kini sering mendapatkan teror serta intimidasi setelah melaporkan FM.

HA sering dapat tawaran dari orang yang mengaku sebagai intel hingga Kasatreskrim Polres Jember agar mencabut laporan.

Hal tersebut diungkapkan oleh kuasa hukum HA, Yamini.

"Kapan hari ada yang ngaku-ngaku intel juga, katanya akan ada aksi dan semacamnya. Terus ada yang mengaku kasat," ujar Yamini, Jumat (13/1/2023).

Yamini mengungkapkan, selama pendampingan yang dilakukannya, banyak pihak yang menginginkan HA untuk mencabut laporannya.

Wanita dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini juga mengklaim sudah mempunyai buktinya.

Baca juga: Polisi Tetapkan Santri An-Nur 2 Malang yang Aniaya Temannya sebagai ABH

"Dan itu terus menerus, banyak pihak yang ingin Bu Nyai mencabut laporannya. Kami sudah ada buktinya," tambah Yamini.

"Alhamdulillah secara psikologinya semakin menguat, karena banyak dukungan yang mengalir. Tapi kalau secara fisik ya capek karena barang-barangnya masih ada di Pondok," urainya.

"Dan sekarang bu Nyai sudah berada di suatu tempat, yang sudah aman,"imbuhnya.

Ponpes belum terdaftar

Setelah ditelusuri, Ponpes Al-Djalil 2 ini belum terdaftar di lembaga pemerintahan.

Hal tersebut diungkapkan Kasi PD Pontren Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jember, Edy Sucipto.

"Kami cek di database kami, ternyata Al-Djalil 2 masih belum terdaftar di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jember," ujarnya, Jumat (13/1/2023).

Menurut Edy, ijin pendirian ponpes tersebut belum ada sehingga ponpes tersebut tidak diakui negara.

"Izin pendirian pondoknya masih belum ada. Sehingga secara hukum belum diakui oleh negara," urai Edy.

Baca juga: Sempat Kabur Setelah Diduga Cabuli Santri, Pimpinan Ponpes di Lampung Serahkan Diri

Pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan forum komunikasi pondok pesantren tingkat kecamatan di Jember.

Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi adanya tindak asusila di lingkungan pendidikan Agama Islam.

"Karena tidak mungkin secara individu kami lakukan koordinasi secara door to door, sebab di Jember ada sekitar 710 lembaga ponpes yang terdaftar di Kantor Kemenag dan baru ada 546 yang memperpanjang perizinannya," paparnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga menggandeng Dinas pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember untuk mencegah adanya pelecehan seksual di lingkungan pesantren.

"Untuk mewujudkan pendidikan yang ramah anak, agar tidak terjadi hal-hal yang melawan hukum," pungkasnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Bagus Supriadi | Editor : Andi Hartik), Tribunnews.com

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau