KOMPAS.com - Moch Subchi Azal Tsani, terdakwa perkara pencabulan dan pemerkosaan santri di Jombang divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam sidang pembacaan vonis, Kamis (17/11/2022).
Subchi dinilai bersalah karena telah melanggar Pasal 289 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Undang-undang 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Hal yang memberatan hukuman terdakwa antara lain, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan terdakwa merupakan tokoh agama yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada publik.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, punya anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang, serta terdakwa belum pernah dihukum.
Baca juga: Perjalanan Kasus Mas Bechi, Anak Kiai Jombang yang Terbukti Cabuli dan Perkosa Santri
Pencabulan dan pemerkosaan yang dilakukan mas Bechi terjadi sejak tahun 2017. Saat itu NA, salah satu korban melapor ke Polres Jombang.
Namun kasus tersebut sempat dihentikan penyidik karena dinilai tak ada cukup bukti.
Pada tahun 2019, kasus itu kembali dibuka setelah korban kembali melapor pada 29 Oktober 2019.
Polres Jombang pun mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 12 November 2019.
Sesuai hasil gelar perkara penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Jombang, MSAT dijerat pasal tentang pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau Pasal 285 dan Pasal 294 KUHP.
Pada Januari 2020, semakin banyak yang melaporkan kasus ini hingga membuat Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut.
Pada 2021, Mas Bechi berupaya melawan dengan melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya, tapi ditolak.
Mas Bechi kemudian kembali mengajukan gugatan ke PN Jombang dan kembali ditolak.
Baca juga: Subchi Divonis 7 Tahun Penjara, Massa Histeris di Ruang Sidang
Ditolaknya gugatan praperadilan Mas Bechi sebanyak dua kali, menegaskan proses penindakan hukum atas kasus tersebut harus dilanjutkan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Prosedur tersebut yakni penangkapan paksa dengan menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Kamis (13/1/2022). Upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik kepolisian berbuah penolakan.
Pada Minggu (3/7/2022), polisi melakukan pengejaran terhadap mobil Mas Bechi yang kabur dalam penyergapan.
Saat penangkapan, Mas Bechi diduga sedang berada di salah satu dari tiga mobil yang sedang melaju di jalan Sambong Dukuh, Kecamatan Jombang yang berjalan beriringan.
Petugas berupaya menghentikan iring-iringan kendaraan yang diduga ditumpangi MSA, namun dua mobil di antaranya berhasil kabur.
Keberadaan MSA tidak ada di dalam mobil yang berhasil dihentikan polisi. MSA pun meloloskan diri saat sejumlah petugas mencoba meringkusnya.
Dalam upaya itu, aparat mengamankan 320 orang simpatisan. Mereka berusaha menghalang-halangi petugas yang akan masuk ke lingkungan pondok pesantren.
Ratusan orang yang diamankan ini merupakan orang yang tidak memiliki hubungan sebagai santri atau orang dalam lingkungan pesantren. Dari 320 orang yang diamankan, 20 di antaranya adalah anak-anak.
Mereka berasal dari Malang, Banyuwangi, Semarang, Yogyakarta hingga Lampung.
Polisi pun melakukan penggeledahan pada Kamis, 7 Juli 2022 mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 22.30 WIB.
Tim gabungan melakukan pencarian dan penggeledahan di seluruh area Ponpes Shidiqiyah dan persembunyian lainnya.
Setelah berjam-jam pencarian, sekitar pukul 23.00 WIB, tersangka MSA menyerahkan diri ke pihak Kepolisian.
Sementara itu Izin operasional Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Siddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, telah dicabut oleh Kementerian Agama usai anak kiai pesantren, MSA, ditangkap terkait kasus dugaan pencabulan.
Dasar pencabutan izin operasional pondok pesantren tersebut telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Jatim As'adul Anam mengatakan, dari azas kemaslahatan ini, bila dilihat dari kasus pencabulan oleh anak kiai, maka kemaslahatan, kemanfaatan, perbuatan baik dari pesantren itu telah hilang.
Dengan pencabutan izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, secara otomatis seluruh proses operasionalnya dihentikan dan tak lagi berhak menerima bantuan pendanaan pendidikan maupun infrastruktur dan sebagainya.
Ia menjelaskan, pencabutan izin oleh Kemenag itu sudah dikeluarkan pada Kamis (7/7/2022). Namun, SK pencabutan izin baru akan diserahkan ke pihak ponpes pada Senin (11/7/2022).
Namun pencabutan izin operasional pondok pesantren tersebut dibatalkan.
Menteri Agama (Menag) Ad Interim, Muhadjir Effendy mengatakan, batalnya pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyyah merupakan arahan Presiden Joko Widodo.
Kendati begitu dia mengaku, arahan Jokowi tidak spesifik mengarah pada pembatalan pencabutan izin operasional Ponpes. Arahan juga termasuk menindak tegas pelaku kejahatan dan kekerasan seksual.
Baca juga: Izin Ponpes Shiddiqiyyah Batal Dicabut, Wali Santri: Terima Kasih, Pak Presiden
"Arahan beliau (Presiden Jokowi) tidak spesifik. Beliau menyampaikan bahwa bagi pelaku kejahatan dan melanggar hukum harus ditindak tegas dan diproses secara hukum," ucap Muhadjir kepada Kompas.com, Selasa (12/7/2022).
Dengan batalnya pencabutan izin kata Muhadjir, para orangtua santri dan santri yang menempuh pendidikan di sana dapat kembali belajar dengan tenang.
Pelanggaran pidana tersebut yakni menabrak personel Jatanras, menabrak anggota Satuan Polisi Lalu Lintas, serta merintangi polisi saat akan masuk ke Pesantren Shiddiqiyah hingga menyiram air panas.
Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga digunakan para tersangka di antaranya empat unit handy talkie (HT), airsoft gun, hingga seperangkat drone atau pesawat nirawak.
Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Giadi Nugraha mengungkapkan, pihaknya juga mengamankan sebuah laptop, HT, kamera perekam, sebuah mobil Isuzu Panther, sebuah motor matic dan seperangkat drone.
Mereka dijerat dengan Pasal 19 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Kami jerat dengan pasal 19 Undang-undang TPKS dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara,” kata Giadi.
Baca juga: 5 Simpatisan Anak Kiai Jombang Dibekali Alat Canggih Saat Halangi Polisi, Mulai dari HT hingga Drone
Saat dikonfirmasi, Ketua Umum Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) Joko Herwanto mengatakan, peristiwa itu terjadi di kompleks Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jumat (8/7/2022) petang.
Tepatnya, di halaman kediaman Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Shiddiqiyah, KH Muchtar Mu'thi.
Joko mengungkapkan, orasi itu dilakukan pengurus Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) berinisial ES, di depan ratusan orang. Mayoritas yang hadir adalah simpatisan MSA yang baru dibebaskan dari kantor polisi.
Para santri dan jemaah Shiddiqiyah yang baru pulang dari kantor polisi, terdiri dari 75 santri dan 243 jemaah Shiddiqiyah.
Baca juga: Soal Video Orasi Perang Badar di Depan Simpatisan MSA, Ini Penjelasan Ponpes Shiddiqiyyah
Menurut Joko, orasi itu tidak bertujuan memprovokasi santri dan jemaah Shiddiqiyah untuk melakukan perlawanan kepada polisi yang menangkap MSA dan menahan para simpatisannya.
Namun, lanjut dia, maksud di balik menyampaikan orasi dengan narasi perang badar adalah mengajak para santri dan jemaah Shiddiqiyah untuk bersiap berperang melawan hawa nafsu.
“Bahwa yang dimaksud adalah setelah pulang dari perang badar dalam kondisi yang lemah dan loyo, kami berharap ada kesiapan dari anak-anak untuk menghadapi perang yang lebih besar, yaitu perang melawan hawa nafsu,” ungkap Joko.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Achmad Faizal, Moh. Syafií, Fika Nurul Ulya | Editor : Andi Hartik, Pythag Kurniati, Priska Sari Pratiwi, Dani Prabowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.