Salin Artikel

Kontroversi Mas Bechi Anak Kiai Jombang Pelaku Pencabulan Santriwati dan Drama Penangkapannya, 6 Bulan Jadi DPO

Subchi dinilai bersalah karena telah melanggar Pasal 289 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Undang-undang 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Hal yang memberatan hukuman terdakwa antara lain, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan terdakwa merupakan tokoh agama yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada publik.

Sementara hal yang meringankan, terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, punya anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang, serta terdakwa belum pernah dihukum.

Awal mula kasus terungkap

Pencabulan dan pemerkosaan yang dilakukan mas Bechi terjadi sejak tahun 2017. Saat itu NA, salah satu korban melapor ke Polres Jombang.

Namun kasus tersebut sempat dihentikan penyidik karena dinilai tak ada cukup bukti.

Pada tahun 2019, kasus itu kembali dibuka setelah korban kembali melapor pada 29 Oktober 2019.

Polres Jombang pun mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 12 November 2019.

Sesuai hasil gelar perkara penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Jombang, MSAT dijerat pasal tentang pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau Pasal 285 dan Pasal 294 KUHP.

Pada Januari 2020, semakin banyak yang melaporkan kasus ini hingga membuat Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut.

Pada 2021, Mas Bechi berupaya melawan dengan melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya, tapi ditolak.

Mas Bechi kemudian kembali mengajukan gugatan ke PN Jombang dan kembali ditolak.

Ditolaknya gugatan praperadilan Mas Bechi sebanyak dua kali, menegaskan proses penindakan hukum atas kasus tersebut harus dilanjutkan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Prosedur tersebut yakni penangkapan paksa dengan menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Kamis (13/1/2022). Upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik kepolisian berbuah penolakan.

Pada Minggu (3/7/2022), polisi melakukan pengejaran terhadap mobil Mas Bechi yang kabur dalam penyergapan.

Saat penangkapan, Mas Bechi diduga sedang berada di salah satu dari tiga mobil yang sedang melaju di jalan Sambong Dukuh, Kecamatan Jombang yang berjalan beriringan.

Petugas berupaya menghentikan iring-iringan kendaraan yang diduga ditumpangi MSA, namun dua mobil di antaranya berhasil kabur.

Keberadaan MSA tidak ada di dalam mobil yang berhasil dihentikan polisi. MSA pun meloloskan diri saat sejumlah petugas mencoba meringkusnya.

Dalam upaya itu, aparat mengamankan 320 orang simpatisan. Mereka berusaha menghalang-halangi petugas yang akan masuk ke lingkungan pondok pesantren.

Ratusan orang yang diamankan ini merupakan orang yang tidak memiliki hubungan sebagai santri atau orang dalam lingkungan pesantren. Dari 320 orang yang diamankan, 20 di antaranya adalah anak-anak.

Mereka berasal dari Malang, Banyuwangi, Semarang, Yogyakarta hingga Lampung.

Polisi pun melakukan penggeledahan pada Kamis, 7 Juli 2022 mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 22.30 WIB.

Tim gabungan melakukan pencarian dan penggeledahan di seluruh area Ponpes Shidiqiyah dan persembunyian lainnya.

Setelah berjam-jam pencarian, sekitar pukul 23.00 WIB, tersangka MSA menyerahkan diri ke pihak Kepolisian.

Izin operasional pesantren dicabut lalu dibatalkan

Sementara itu Izin operasional Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Siddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, telah dicabut oleh Kementerian Agama usai anak kiai pesantren, MSA, ditangkap terkait kasus dugaan pencabulan.

Dasar pencabutan izin operasional pondok pesantren tersebut telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Jatim As'adul Anam mengatakan, dari azas kemaslahatan ini, bila dilihat dari kasus pencabulan oleh anak kiai, maka kemaslahatan, kemanfaatan, perbuatan baik dari pesantren itu telah hilang.

Dengan pencabutan izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, secara otomatis seluruh proses operasionalnya dihentikan dan tak lagi berhak menerima bantuan pendanaan pendidikan maupun infrastruktur dan sebagainya.

Ia menjelaskan, pencabutan izin oleh Kemenag itu sudah dikeluarkan pada Kamis (7/7/2022). Namun, SK pencabutan izin baru akan diserahkan ke pihak ponpes pada Senin (11/7/2022).

Namun pencabutan izin operasional pondok pesantren tersebut dibatalkan.

Menteri Agama (Menag) Ad Interim, Muhadjir Effendy mengatakan, batalnya pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyyah merupakan arahan Presiden Joko Widodo.

Kendati begitu dia mengaku, arahan Jokowi tidak spesifik mengarah pada pembatalan pencabutan izin operasional Ponpes. Arahan juga termasuk menindak tegas pelaku kejahatan dan kekerasan seksual.

"Arahan beliau (Presiden Jokowi) tidak spesifik. Beliau menyampaikan bahwa bagi pelaku kejahatan dan melanggar hukum harus ditindak tegas dan diproses secara hukum," ucap Muhadjir kepada Kompas.com, Selasa (12/7/2022).

Dengan batalnya pencabutan izin kata Muhadjir, para orangtua santri dan santri yang menempuh pendidikan di sana dapat kembali belajar dengan tenang.

Pelanggaran pidana tersebut yakni menabrak personel Jatanras, menabrak anggota Satuan Polisi Lalu Lintas, serta merintangi polisi saat akan masuk ke Pesantren Shiddiqiyah hingga menyiram air panas.

Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga digunakan para tersangka di antaranya empat unit handy talkie (HT), airsoft gun, hingga seperangkat drone atau pesawat nirawak.

Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Giadi Nugraha mengungkapkan, pihaknya juga mengamankan sebuah laptop, HT, kamera perekam, sebuah mobil Isuzu Panther, sebuah motor matic dan seperangkat drone.

Mereka dijerat dengan Pasal 19 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Kami jerat dengan pasal 19 Undang-undang TPKS dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara,” kata Giadi.

Saat dikonfirmasi, Ketua Umum Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) Joko Herwanto mengatakan, peristiwa itu terjadi di kompleks Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jumat (8/7/2022) petang.

Tepatnya, di halaman kediaman Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Shiddiqiyah, KH Muchtar Mu'thi.

Joko mengungkapkan, orasi itu dilakukan pengurus Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) berinisial ES, di depan ratusan orang. Mayoritas yang hadir adalah simpatisan MSA yang baru dibebaskan dari kantor polisi.

Para santri dan jemaah Shiddiqiyah yang baru pulang dari kantor polisi, terdiri dari 75 santri dan 243 jemaah Shiddiqiyah.

Menurut Joko, orasi itu tidak bertujuan memprovokasi santri dan jemaah Shiddiqiyah untuk melakukan perlawanan kepada polisi yang menangkap MSA dan menahan para simpatisannya.

Namun, lanjut dia, maksud di balik menyampaikan orasi dengan narasi perang badar adalah mengajak para santri dan jemaah Shiddiqiyah untuk bersiap berperang melawan hawa nafsu.

“Bahwa yang dimaksud adalah setelah pulang dari perang badar dalam kondisi yang lemah dan loyo, kami berharap ada kesiapan dari anak-anak untuk menghadapi perang yang lebih besar, yaitu perang melawan hawa nafsu,” ungkap Joko.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Achmad Faizal, Moh. Syafií, Fika Nurul Ulya | Editor : Andi Hartik, Pythag Kurniati, Priska Sari Pratiwi, Dani Prabowo)

https://surabaya.kompas.com/read/2022/11/18/080800378/kontroversi-mas-bechi-anak-kiai-jombang-pelaku-pencabulan-santriwati-dan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com