Setelah kembali ke sekolah, banyak pelajaran-pelajaran yang diberikan guru kepada siswa belum sepenuhnya terserap dengan maksimal.
Baca juga: Puskesmas di Surabaya Wajib Siagakan Dokter Umum dan Dokter Anak
Ia khawatir, dengan tidak adanya PR, justru pengetahuan-pengetahuan dasar yang harus dikuasai siswa jadi terhambat.
"Ini kan sekolah baru mulai lagi tatap muka setelah hampir dua tahun belajar di rumah akibat pandemi. Pembelajaran yang didapat di sekolah ini belum bisa diserap maksimal oleh siswa efek pandemi tadi, ketambahan nggak ada PR, khawatir tambah tidak maksimal belajarnya," ujar Indah.
Di samping itu, ia khawatir anaknya menjadi lalai karena tidak ada lagi beban tugas dari sekolah. Karena itu, ia berharap PR bagi siswa tetap diberikan.
"Saya cuma khawatir anak-anak enggak punya tanggung jawab di rumah kalau nggak ada PR sama sekali. Nanti malah main gadget terus di rumah. Kalau bisa ya tetap ada, apalagi masih usia dini, pelan-pelan harus dikasih tahu tentang tanggung jawab, salah satunya ya PR itu. Biar anak-anak juga mau belajar di rumah," tutur dia.
Seperti diberitakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya segera menerapkan pembebasan Pekerjaan Rumah (PR) bagi siswa SD dan SMP Negeri maupun Swasta di Kota Pahlawan. Kebijakan ini akan diterapkan mulai tanggal 10 November 2022 atau pada peringatan Hari Pahlawan.
Jam pelajaran sekolah akan dipangkas hingga pukul 12.00 WIB. Selanjutnya, Pemkot Surabaya menerapkan dua jam pembelajaran mulai pukul 13.00 - 14.00 WIB yang digunakan untuk pendalaman karakter siswa.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta PR tidak boleh membebani siswa. Sebab, Pemkot Surabaya tengah mengedepankan proses pertumbuhan karakter siswa.
"Sebetulnya PR itu jangan membebani anak-anak, tapi yang saya ubah PR itu adalah untuk kegiatan pembentukan karakter. Saya harap meskipun ada PR tapi tidak terlalu berat dan terlalu banyak, yang penting adalah pertumbuhan karakter mereka," kata Eri Cahyadi.
Ia pun mengajak para orangtua siswa untuk ikut membentuk karakter anak-anak saat berada di rumah.
Sebab, orangtua juga memiliki tugas dalam pengawasan dan menjaga anak-anak selama berada di rumah.
"Sebetulnya pendidikan tidak hanya dibebankan kepada guru di sekolah. Tetapi orang tua juga bertanggung jawab dalam proses pembentukan karakter anak," ujar Eri.
Meski demikian, Eri Cahyadi tak menampik jika ada orang tua siswa yang khawatir dengan kebijakan pembebasan PR tersebut. Namun, ia menilai bahwa pro dan kontra tersebut merupakan hal yang wajar.
"Sebetulnya orangtua belum memahami kalau PR itu (tetap) ada, tetapi diganti dengan PR untuk pembentukan karakter di sekolah. Berarti orangtua harus sadar betul, ketika anaknya di sekolah mendapatkan pendidikan, ada PR setelah itu diselesaikan di sekolah," jelas dia.
Sebab, menurutnya, para orang tua panik dan khawatir jika pembebasan PR akan berdampak buruk kepada anak-anak dan membuat mereka lebih suka bermain.