Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketabahan Andini Perjuangkan Anaknya yang Derita Hidrosefalus agar Bisa Bangun dan Berjalan

Kompas.com, 6 September 2022, 11:23 WIB
Sukoco,
Andi Hartik

Tim Redaksi

NGAWI, KOMPAS.com – Suara tawa Fadli Mukti Julianysah (3) terdengar ceria menyambut kedatangan Kompas.com di rumah sederhana berdinding batu kali tak berplester di Desa Karangrejo, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Senin (6/9/2022).

Balita yang tadinya tidur terlentang, berusaha untuk bangun dengan memiringkan tubuhnya. Namun, kepalanya yang membesar menahan upayanya untuk bangkit.

Fadli menderita hidrosefalus sejak lahir. Kepalanya membesar hingga membuatnya kesulitan bangun.

Baca juga: Derita Eka, 2 Bayinya Menderita Hidrosefalus, Salah Satunya Meninggal

"Lagi senang dia. Kalau senang ya begitu, berusaha untuk bangun tapi hanya bisa nengel (setengah bangun),” ujar Andini (36), ibu dari Fadli, di rumahnya, Senin (6/9/2022).

Sesekali, Fadli memperlihatkan giginya di antara tawanya yang pendek-pendek. Matanya, yang sipit terlihat bahagia saat ibunya mengelus kepalanya yang gepeng melebar yang seakan melekat pada bantal yang digunakan mengganjal kepalanya.

"Sebetulnya dia mau bangun, tapi pasti tertahan karena kepalanya gepeng dan melebar sehingga sulit untuk bangun,” imbuh Andini.

Baca juga: Kisah Pilu Aisyah, Balita 2 Tahun Penderita Hidrosefalus, Dibiarkan akibat Kondisi Ekonomi

Tiba-tiba, Fadli terdengar mengeluarkan suara seperti mendeham beberapa kali. Andini dengan sigap mengambil botol yang berada di atas bantal, mepet dengan dinding rumah dari tembok batu kali yang tidak diplester tersebut.

Sambil tersenyum, Fadli kemudian meminum susu di dalam botol dipangkuan ibunya.

"Tidak bisa bicara meski usianya tiga tahun. Kalau lapar nangis atau minta susu ya seperti mendeham kayak gitu,” ucap Andini.

Terdeteksi sejak dalam kandungan

Andini mengatakan, penyakit hidrosefalus yang diderita anak kedua tersebut telah terdeteksi ketika melakukan pemeriksaan kandungan usia 4 bulan. Namun, karena kurangnya pemahaman terkait hidrosefalus pada janin, Andini baru memeriksakan diri ke dokter kandungan di RSUD Solo ketika usia kandungan memasuki usia 9 bulan.

"Pas Covid-19 ramai sempat berhenti periksa kandungan. Baru periksa saat 9 bulan langsung disuruh rujuk ke Solo karena kepalanya terlalu besar,” katanya.

Setelah berhasil lahir melalui operasi sesar, Andini mengaku anak keduanya tersebut langsung dilakukan operasi penanaman selang. Pada operasi pertama, dia mengaku tak bisa menggendong anaknya selama 40 hari.

"Karena harus di ICU untuk pemulihan, tidak bisa sering dijenguk,” ucapnya.

Sempat satu minggu di rumah usai dioperasi, Fadli terpaksa dibawa kembali ke rumah sakit di Solo untuk menjalani operasi pembetulan selang yang ditanam dari bagian kepala hingga ke pembuangan di saluran urine.

"Fadli bahkan harus menjalani operasi sampai lima kali agar selang yang ditanam di tubuhnya bisa berfungsi dengan benar,” ujar Andini.

Baca juga: Derita Bayi Maria, Idap Hidrosefalus, Orangtua Tak Punya Biaya dan Andalkan Obat Tradisional

Orangtua kerja serabutan

Andini merasa beruntung mendapatkan BPJS untuk pengobatan anaknya, meski pada operasi sesar harus mengeluarkan biaya operasi sebesar Rp 6 juta.

Dia mengaku tak berharap banyak terhadap perkembangan anak keduanya tersebut.

"Bagaimanapun keadaannya saya bersyukur. Saya cukup bahagia kalau Fadli ini bisa nengel (bangun dari tidur) dan jalan," katanya berkaca-kaca.

Sayang, untuk membuat Fadli bangun dari tidur dan bisa berjalan bukan hal mudah. Fadli harus menjalan terapi. Namun, Andini mengaku kesulitan biaya untuk terapi anaknya agar bisa bangun dan berjalan.

Putri Aulia Drainase bangunan Benteng Pendem Ngawi akan direkontruksi

Fadli sempat berhenti menjalani terapi, karena kasus Covid-19 yang meningkat. Tahun ini, Andini mengaku akan mengupayakan biaya untuk melanjutkan terapi anaknya. Biaya yang sudah disiapkan merupakan hasil menabung dari penghasilan suaminya bekerja serabutan.

"Bapaknya kerjanya serabutan, ya ngelas, ya nguli, apa saja yang penting bisa menghasilkan. Bantuan yang kita terima hanya BPNT, kalau pengobatan kita upayakan sendiri,” ujarnya.

Di tengah perbincangan Andini dengan Kompas.com, Fadli kembali mendeham sebagai upaya menjalin komunikasi dengan ibunya. Andini tanggap langsung beringsut ke dapur mengambilkan nasi yang telah dihaluskan melalui blender.

"Makannya dua kali sehari, hanya nasi yang di-blender, kalau lebih dari dua kali perutnya tidak mampu,” katanya.

Di tengah suapan ibunya, Fadli terlihat tertawa ketika adiknya yang baru berusia satu tahun mengelus kepalanya yang gepeng.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau