Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pupuk Subsidi di Madiun Langka, Petani Terpaksa Beli Pupuk Ilegal yang Marak Beredar

Kompas.com, 9 Maret 2022, 18:19 WIB
Muhlis Al Alawi,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Pupuk subsidi di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, langka. Akibatnya, para petani terpaksa membeli pupuk bersubsidi ilegal dengan harga dua kali lipat untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya.

Keluhan itu disampaikan para petani saat menggelar unjuk rasa di gedung DPRD Kabupaten Madiun, Rabu (9/3/2022). Ratusan petani mendatangi gedung DPRD Kabupaten Madiun untuk mendesak dewan dan Pemkab Madiun mencarikan solusi terkait sulitnya mendapatkan pupuk subsidi berharga murah.

"Pupuk bersubsidi dengan harga dua kali lipat itu sudah ada sejak Januari 2022. Kalau pupuk bersubsidi resmi itu harga satu kuintal Rp 210.000. Sedangkan pupuk ini (bersubsidi) ilegal sebesar Rp 550.000,” kata Muhadi, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun kepada Kompas.com disela-sela unjuk rasa di gedung DPRD Kabupaten Madiun, Rabu.

Baca juga: Mulai Hari Ini, Penumpang Kereta Api Jarak Jauh di Madiun Tak Perlu Tunjukkan Hasil Tes Antigen dan PCR

Muhadi mengatakan, petani memilih membeli pupuk bersubsidi ilegal lantaran harganya lebih murah dibandingkan dengan pupuk non-subsidi. Harga pupuk non-subsidi per 100 kilogram mencapai lima kali lipat dari harga pupuk subsidi atau sebesar Rp 1 juta-an.

Ia menuturkan, saat ini pupuk bersubsidi ilegal dijual bebas di masyarakat. Namun penjualannya tidak di kios atau toko resmi pupuk.

“Anehnya, pupuk bersubsidi bisa dijualbelikan bebas di pasaran tanpa sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Bahkan, penjualnya berasal dari kalangan umum bukan melalui agen atau kios resmi yang ditunjuk pemerintah sebanyak penyalur pupuk bersubsidi,” kata Muhadi.

Baca juga: Tolak Burung Murainya Dibeli Rp 400 Juta oleh Wali Kota Madiun, Pemilik: Berapa Pun Tidak Saya Lepas

2.000 ton masuk Madiun

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun, Suharno, yang ikut berunjuk rasa menyatakan sudah ada 2.000 ton pupuk bersubsidi ilegal yang masuk di Kabupaten Madiun. Untuk itu, ia meminta pemerintah segera menghentikan peredaran pupuk bersubsidi ilegal itu.

"Peredaran pupuk ilegal harus dihentikan. Saya khawatir kalau ini dibiarkan tak ubahnya sama dengan sembako. Artinya, sembako dilempar ke orang miskin kemudian ada yang membeli dan balik lagi ke bulog,” jelas Suharno.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Surabaya
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Surabaya
Hujan Deras, Tanah Longsor Timpa Rumah Warga di Madiun
Hujan Deras, Tanah Longsor Timpa Rumah Warga di Madiun
Surabaya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar Jual Emas Curian untuk Beli Ponsel dan Cincin
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar Jual Emas Curian untuk Beli Ponsel dan Cincin
Surabaya
3 Bulan 111 Siswa SDN Tamberu 2 Telantar di Tenda, Solusi Bangun Gedung Baru
3 Bulan 111 Siswa SDN Tamberu 2 Telantar di Tenda, Solusi Bangun Gedung Baru
Surabaya
Pemkot Surabaya Berencana Bongkar Kampung Taman Pelangi Bulan Ini
Pemkot Surabaya Berencana Bongkar Kampung Taman Pelangi Bulan Ini
Surabaya
Hama Anjing Tanah Serang Tanaman Padi di Sumenep, Petani Merugi
Hama Anjing Tanah Serang Tanaman Padi di Sumenep, Petani Merugi
Surabaya
Beda Kecepatan, Proses Hukum Ambruknya Ponpes Al Khoziny Vs Kebakaran Terra Drone
Beda Kecepatan, Proses Hukum Ambruknya Ponpes Al Khoziny Vs Kebakaran Terra Drone
Surabaya
Air Pasang Laut Perparah Kondisi Banjir 5 Kecamatan di Sidoarjo
Air Pasang Laut Perparah Kondisi Banjir 5 Kecamatan di Sidoarjo
Surabaya
Cerita Kurir Paket di Sumenep, Bawa Marmut, Ikan Hidup, hingga Besi 3 Meter
Cerita Kurir Paket di Sumenep, Bawa Marmut, Ikan Hidup, hingga Besi 3 Meter
Surabaya
Kisah Akbar, Mahasiswa yang Menyambi Kerja Jadi Kurir Tiga Lini
Kisah Akbar, Mahasiswa yang Menyambi Kerja Jadi Kurir Tiga Lini
Surabaya
3 Rumah Hancur akibat Ledakan Bahan Petasan di Pacitan, 5 Orang Terluka
3 Rumah Hancur akibat Ledakan Bahan Petasan di Pacitan, 5 Orang Terluka
Surabaya
Ratusan Desa Rawan Bencana, BPBD Sumenep Susun Panduan Penanggulangan
Ratusan Desa Rawan Bencana, BPBD Sumenep Susun Panduan Penanggulangan
Surabaya
33 Lembaga Zakat Jatim Kirim 103 Ton Bantuan ke Bencana Sumatera
33 Lembaga Zakat Jatim Kirim 103 Ton Bantuan ke Bencana Sumatera
Surabaya
Ditanya Maraknya Tambang Ilegal di Bangkalan, Khofifah Enggan Komentar
Ditanya Maraknya Tambang Ilegal di Bangkalan, Khofifah Enggan Komentar
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau