Pada tahun 1895, Semi masih berusia 10 tahun dan divonis menderita penyakit parah.
Kemudian, ibunya yang bernama Mak Midhah pun bernazar jika Semi sembuh akan dijadikan Seblang atau penari.
Rupanya, beberapa saat kemudian Semi sembuh dari sakitnya. Mak Midhah lantas memenuhi nazarnya itu dan menjadikan Semi sebagai penari.
Meski demikian, teori tentang kisah Semi ini banyak yang meragukan.
Pasalnya, jauh sebelum Semi lahir pun masyarakat Osing sudah mengenal tradisi Seblang maupun Tari Gandrung yang merupakan turunannya.
Hanya saja, kisah Semi ini dijadikan sebagai awal mula penari perempuan dalam aturan Tari Gandrung maupun Tari Seblang.
Ritual seblang diawali dengan ziarah ke makam leluhur desa baik di Bakungan maupun Olehsari.
Setelah ziarah, ritual dilanjutkan dengan selamatan dengan menyuguhkan beragam makanan khas acara tersebut.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan ider bumi atau keliling desa oleh para laki-laki di desa itu.
Dalam ider bumi ini, para laki-laki akan membawa obor, sedangkan seluru lampu akan dipadamkan.
Selain itu, saat sampai di setiap sudut desa, mereka akan membaca doa keselamatan dari ayat suci Al Quran.
Dalam ritual seblang, tari Seblang menjadi semacam puncak dari pelaksanaan tradisi tersebut.
Pementasan tari seblang diawali dengan pembukaan oleh seorang Gambuh atau pawang.
Penari seblang ini sebelumnya sudah dirias sedemikian rupa, dimana wajah dan tubuhnya diolesi atal.
Atal merupakan sejenis tepung dari batu halus yang berwarna kuning dan dicampur air.