“Bukan tentang tanggung jawab, sampean kok intervensi gitu, bukan gini caranya mediasi,” kata Ruri yang ikut mengamuk.
Dody juga menekankan bahwa seharusnya Cak Ji dapat menjadi penengah yang baik, tanpa memihak siapa pun.
Sebab, menurutnya, dalam perkara tersebut, AA juga dirugikan karena harus membayar uang ganti rugi yang cukup besar dalam waktu singkat.
“Sampean seharusnya bisa menjadi penengah yang baik, Pak, jangan gini. Yang dirugikan di sini juga pak Abu, masa harus membayar uang sebanyak itu dalam waktu singkat,” ucap Dody dengan nada suara yang tinggi.
Suasana terus menegang sampai Cak Ji memerintahkan Ruri untuk keluar dari ruangan mediasi jika terus membuat suasana ricuh. “Sampean metu o ae (Anda keluar saja), metu o ae (keluar saja),” ucap Cak Ji.
Namun, hal tersebut ditolak Ruri karena dia merupakan kuasa hukum sah yang ditunjuk langsung oleh AA.
“Enggak bisa, Pak, saya ditunjuk langsung sama Pak Abu, saya di sini untuk mewakilkan Pak Abu,” ucap Ruri.
“Sekarang saya mau tanya, sampean di sini sebagai apa, Pak?” kata dia kepada Cak Ji.
“Loh aku sebagai Wakil Wali Kota, aku yang undang mediasi iki kok, yaopo seh (gimana sih),” ucap Cak Ji.
Ketika suasana mediasi sudah cukup tenang, Dody pun mengatakan kliennya merasa terintimidasi dengan surat perjanjian yang dibuat sebelumnya.
“Surat perjanjian yang kemarin dibuat itu pak Abu merasa adanya tekanan,” ujar Dody.
Menurutnya, surat perjanjian itu tidak masuk akal jika harus mengganti uang dalam waktu singkat.
“Enggak masuk akal bagi Pak Abu, masa harus mengganti uang lebih dari Rp 800 juta kan enggak mungkin,” kata dia.
Selain itu, Ruri mengatakan bahwa kliennya menolak untuk menjual rumah sebagai uang ganti rugi. “Untuk menjual rumahnya, klien kami juga menolak, enggak bisa, Pak,” ucap Ruri.
Baca juga: Akses Jalan Ditembok Tinggal 30 Sentimeter, Warga Asem Jajar Surabaya Lapor Armuji
Setelah mediasi yang cukup panjang dan alot, akhirnya Cak Ji menyarankan agar membawa perkara tersebut ke ranah hukum.
Sebab, tanah kavling yang dijual AA merupakan tanah konservasi yang semestinya tidak boleh untuk diperjualbelikan.
“Sudah, kalau gitu bawa saja kasusnya ke ranah hukum. Lagian tanahnya itu tanah konservasi, harusnya enggak boleh diperjualbelikan,” kata Cak Ji.
Ia juga berkomitmen akan memfasilitasi kuasa hukum bagi para korban secara gratis. “Nanti biar pengacaranya dari saya, enggak perlu bayar, enggak bisa kalau kayak begini terus,” ucap Armuji.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang