SURABAYA, KOMPAS.com - Mediasi lanjutan atas kasus dugaan penipuan tanah kavling oleh AA diwarnai dengan pertengkaran antara pihak kuasa hukum AA dan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.
Sebelumnya, AA menyepakati surat perjanjian pada 30 Juni 2025 tentang pengembalian uang ganti rugi senilai Rp 875 juta dalam empat bulan.
Tanah kavling tersebut berlokasi di Wonoayu VIII, Jalan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.
Selain itu, surat tanah dan bangunan miliknya akan diserahkan sebagai jaminan atas pengembalian uang.
Baca juga: Penipuan Modus Jual Beli Tanah Kavling, Rugikan Warga Banten Rp 6 Miliar
Namun, kesepakatan itu wanprestasi dan para korban belum pernah menerima sedikit pun uang ganti rugi dari AA.
Oleh karena itu, Armuji melakukan mediasi lanjutan antara AA dan para korban untuk diminta pertanggungjawaban.
“Kan kemarin sampean (Anda) yang janji sendiri, sudah tanda tangan tapi kok sampai sekarang mbleset (tidak ditepati), terus mau bagaimana?” kata Cak Ji, dalam mediasi di Rumah Aspirasi, Jumat (14/11/2025).
Ia mengaku ingin mendengar jawaban tersebut dari AA sendiri tanpa perantara pengacaranya. “Saya tanya Pak Abu sendiri, saya mau dengar omongannya Pak Abu langsung,” ucap dia.
Sementara itu, kuasa hukum AA, Dody, menuturkan bahwa kliennya tidak punya kuasa untuk menjelaskan terkait perkara tersebut.
“Pak Abu ini enggak punya kuasa, Pak. Pak Abu belum bisa menjawab,” tutur Dody.
AA tetap diam dan tidak menjawab pertanyaan Cak Ji.
Suasana semakin memanas saat pengacara AA lainnya, Ruri, memasuki ruangan mediasi.
Baca juga: Soal Temuan Armuji Terkait Pertalite saat Sidak, Pertamina Tak Mau Beri Komentar
Ruri menekankan bahwa kliennya keberatan dengan surat perjanjian tentang pengembalian uang ganti rugi yang dibuat sebelumnya.
“Kalau orangnya enggak menyanggupi dari surat itu terus mau gimana, Pak? Kewajiban kalau enggak bisa memenuhi, terus gimana?” ucap Ruri kepada Cak Ji.
Pernyataan tersebut menjadikan amarah Cak Ji memuncak. “Lah kok bisa bilang gitu? Sampean (Anda) yang mau tanggung jawab?” kata Cak Ji dengan penuh amarah.
“Bukan tentang tanggung jawab, sampean kok intervensi gitu, bukan gini caranya mediasi,” kata Ruri yang ikut mengamuk.
Dody juga menekankan bahwa seharusnya Cak Ji dapat menjadi penengah yang baik, tanpa memihak siapa pun.
Sebab, menurutnya, dalam perkara tersebut, AA juga dirugikan karena harus membayar uang ganti rugi yang cukup besar dalam waktu singkat.
“Sampean seharusnya bisa menjadi penengah yang baik, Pak, jangan gini. Yang dirugikan di sini juga pak Abu, masa harus membayar uang sebanyak itu dalam waktu singkat,” ucap Dody dengan nada suara yang tinggi.
Suasana terus menegang sampai Cak Ji memerintahkan Ruri untuk keluar dari ruangan mediasi jika terus membuat suasana ricuh. “Sampean metu o ae (Anda keluar saja), metu o ae (keluar saja),” ucap Cak Ji.
Namun, hal tersebut ditolak Ruri karena dia merupakan kuasa hukum sah yang ditunjuk langsung oleh AA.
“Enggak bisa, Pak, saya ditunjuk langsung sama Pak Abu, saya di sini untuk mewakilkan Pak Abu,” ucap Ruri.
“Sekarang saya mau tanya, sampean di sini sebagai apa, Pak?” kata dia kepada Cak Ji.
“Loh aku sebagai Wakil Wali Kota, aku yang undang mediasi iki kok, yaopo seh (gimana sih),” ucap Cak Ji.
Ketika suasana mediasi sudah cukup tenang, Dody pun mengatakan kliennya merasa terintimidasi dengan surat perjanjian yang dibuat sebelumnya.
“Surat perjanjian yang kemarin dibuat itu pak Abu merasa adanya tekanan,” ujar Dody.
Menurutnya, surat perjanjian itu tidak masuk akal jika harus mengganti uang dalam waktu singkat.
“Enggak masuk akal bagi Pak Abu, masa harus mengganti uang lebih dari Rp 800 juta kan enggak mungkin,” kata dia.
Selain itu, Ruri mengatakan bahwa kliennya menolak untuk menjual rumah sebagai uang ganti rugi. “Untuk menjual rumahnya, klien kami juga menolak, enggak bisa, Pak,” ucap Ruri.
Baca juga: Akses Jalan Ditembok Tinggal 30 Sentimeter, Warga Asem Jajar Surabaya Lapor Armuji
Setelah mediasi yang cukup panjang dan alot, akhirnya Cak Ji menyarankan agar membawa perkara tersebut ke ranah hukum.
Sebab, tanah kavling yang dijual AA merupakan tanah konservasi yang semestinya tidak boleh untuk diperjualbelikan.
“Sudah, kalau gitu bawa saja kasusnya ke ranah hukum. Lagian tanahnya itu tanah konservasi, harusnya enggak boleh diperjualbelikan,” kata Cak Ji.
Ia juga berkomitmen akan memfasilitasi kuasa hukum bagi para korban secara gratis. “Nanti biar pengacaranya dari saya, enggak perlu bayar, enggak bisa kalau kayak begini terus,” ucap Armuji.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang