PAMEKASAN, KOMPAS.com - Ibu dan anak tidak mudah dipisahkan begitu saja. Kalimat itu yang dikatakan Uswatun Hasanah, orang tua salah satu siswa di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 29 Pamekasan.
Beberapa hari sejak anaknya berada di sekolah, ia mengaku sedih. Biasa berkumpul setiap waktu, kini rumah lebih sepi dari biasanya.
Hal serupa juga dirasakan anaknya, Shafa yang tengah berada di sekolah rakyat.
Hari berganti bulan, merekapun terbiasa jauh. Demi cita-cita anaknya, Uswatun Hasanah rela berjauhan dengan putrinya.
"Sehari dua hari anak saya tidak betah. Tapi lama kelamaan justru sangat betah di sana," katanya.
Baca juga: Tantangan Sekolah Rakyat Sumenep, Ditinggal Puluhan Siswa dan Alat Belajar Masih Kosong
Sejak itu, ia tidak lagi khawatir soal keberadaan anaknya di sekolah rakyat. Apalagi, pihak sekolah sudah memberikan pelayanan terbaik.
"Saat makan, belajar hingga kondisi anak kami selalu mendapat kabar dari sekolah," katanya.
Uswatun menaruh harapan besar, anaknya bisa meraih cita-cita dari sekolah rakyat di tengah keterbatasan ekonomi keluarga.
Anaknya mendapatkan harapan baru untuk jadi dokter.
"Alhamdulillah dengan adanya sekolah rakyat ini saya sangat terbantu. Saya hanya menyiapkan uang jajan setiap bulan," tuturnya.
Sedikitnya, ia menyisihkan Rp 200.000 sebulan untuk jajan anaknya.
Setiap besuk pada hari minggu, empat kali dalam sebulan memberi uang Rp 50.000 kepada anaknya di sekolah rakyat.
Baca juga: Di Balik Layar Sekolah Rakyat di Sumbawa, Kisah Wali Asuh yang Bekerja 24 Jam Bina Karakter Anak
"Saya pasrahkan anak saya ke sekolah rakyat. Saya berharap anak saya mudah meraih cita-citanya nanti," ucapnya.
Hal yang sama diakui Novianti yang sejak Agustus berpisah dengan buah hatinya. Rindu, sepi rasa yang tidak pernah dia tolak sejak itu.
Namun keadaanlah yang menyebabkan mereka harus berpisah.