“Waktu saya pertama masuk, ada angin besar, sisa reruntuhan goyang-goyang. Risiko sangat tinggi, tempatnya sempit, gelap, dan hanya bisa dijangkau satu orang. Saya mengambil posisi di bawah, sementara dokter lain mengarahkan,” ujar dokter yang juga dikenal sebagai Konsultan Spine berpraktik di sejumlah rumah sakit itu.
Dengan dihantui rasa khawatir, naluri kemanusiaan mengalahkan segalanya.
Keputusan amputasi itu menjadi titik balik penyelamatan Nur Ahmad. Meski harus kehilangan lengan, nyawanya berhasil diselamatkan.
“Hati kita pasti ada rasa khawatir. Saya pun begitu, saya punya keluarga di rumah. Tapi naluri seorang tenaga medis selalu berpikir bahwa pasien harus diselamatkan. Ada perasaan nekat juga, ya kita pasrah dan berdoa saja,” kata dia.
Setelah berhasil dievakuasi, Ahmad Nur dibawa ke RSUD Sidoarjo untuk menjalani operasi lanjutan sekaligus pembersihan luka, pengangkatan jaringan mati, serta perapian kulit di bagian amputasi.
Baca juga: Kebut Identifikasi Korban Ponpes Al Khoziny, Tim DVI Polda Jatim Pakai 2 Metode Sekaligus
Kini, kondisinya berangsur membaik. Luka sembuh perlahan, nyeri berkurang, dan sudah bisa beraktivitas ringan.
“Alhamdulillah kabarnya sangat menggembirakan. Luka sudah mulai membaik, nyeri berangsur hilang. Dia sudah bisa melakukan aktivitas ringan sendiri, makan tiga kali sehari, dan semua hasil lab normal,” kata dr Larona Hydravianto.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang