SUMENEP, KOMPAS.com – Pada Selasa (30/9/2025) malam lalu, gempa magnitudo 6 mengguncang Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Peristiwa itu menjadi malam kelam yang tak akan pernah dilupakan oleh Sunaliya, seorang nenek sebatang kara di Desa Prambanan, Kecamatan Gayam, Pulau Sepudi.
Di usia senjanya, Sunaliya harus menyaksikan rumah yang selama ini menjadi tempat berteduh, kini rata dengan tanah.
Rumah sederhana yang telah dia tinggali selama puluhan tahun, hancur tak bersisa. Dapur tempatnya memasak dan langgar kecil tempatnya bersujud ikut ambruk.
"Iya, semuanya rusak. Dan dia sudah sepuh, dan memang hidup sebatang kara, sendirian," kata Seng'an, Kepala Dusun Prambanan kepada Kompas.com, Jumat (3/10/2025).
Baca juga: Siswa Takut Belajar di Dalam Kelas Pasca-gempa M 6 Sumenep
Sunaliya tidak menangis. Namun, di balik ketenangan wajahnya, ada duka yang berat dia pendam. Karena satu-satunya tempat berteduh dari hujan dan panas kini sudah tak ada lagi.
Bersama reruntuhan rumahnya itu, seluruh kenangan hidupnya ikut roboh. Bencana ini membuat hidupnya kian berat dijalani seorang diri.
Foto Sunaliya yang berdiri di depan puing rumahnya menyebar luas di media sosial.
Dalam foto itu, rambutnya yang memutih, tongkat kayu yang menopang tubuh renta, baju biru bermotif bunga, dan kakinya yang telanjang seolah menceritakan seluruh ketidakberdayaannya.
"Fotonya memang sudah menyebar, itu difoto untuk laporan ke atas (kecamatan)," ucap Seng'an.
Tiga hari sudah berlalu sejak gempa itu mengguncang, Sunaliya kini menumpang tidur di rumah cucunya yang juga hidup sendiri setelah bercerai.
Baca juga: Dapur Warga Pamekasan Rata Tanah akibat Guncangan Gempa 6,0 Magnitudo di Sumenep
Di rumah kecil itulah dia mencoba bertahan, sambil terus memikirkan rumahnya yang kini hanya tersisa puing.
Pada usia yang seharusnya menjadi masa tenang, Sunaliya justru harus memulai segalanya lagi dari awal, tanpa rumah, tanpa keluarga dekat, dan tanpa kepastian kapan hidupnya akan kembali seperti semula.
Hingga hari ketiga, rumah Sunaliya yang rata dengan tanah masih dibiarkan begitu saja. Dia tak bisa berbuat apa-apa.
Atas saran aparat desa, puing rumah itu diminta tidak disentuh lebih dulu agar kondisi kerusakan bisa dilihat langsung oleh petugas dari Pemkab Sumenep.
Sudah tiga hari Sunaliya hidup tanpa rumah, tanpa kepastian, dan tanpa kehadiran pemerintah untuk sekadar menenangkan kesedihannya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang