LUMAJANG, KOMPAS.com - Ratna Purwati, ibu santri yang menenggak larutan Hydrochloric Acid (HCL) atau asam klorida di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mengaku hanya dapat kompensasi sebesar Rp 1,4 juta dari keluarga pelaku.
Sebelumnya diberitakan, seorang santri Pondok Pesantren Asy-Syarify 01, Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mengalami masalah pada saluran pencernaan sejak tiga bulan lalu.
Dewangga Naufal Al Yusen diduga dipaksa teman pondoknya menenggak larutan Hydrochloric Acid (HCL) atau asam klorida yang diwadahi botol minuman kemasan.
Baca juga: Bupati Lumajang Sebut Kasus Santri Keracunan HCL adalah Kecelakaan akibat Kenakalan Anak-anak
Usai peristiwa itu, Dewangga harus menjalani perawatan intensif di berbagai rumah sakit, mulai dari Lumajang, Jember, hingga akhirnya dirawat di RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Ratna menerangkan, usai musibah yang menimpa putranya, ia sempat dimediasi pihak pesantren dengan keluarga pelaku sebanyak dua kali.
Dalam dua kali mediasi tersebut, keluarganya dan keluarga pelaku tidak mendapati kesepakatan perihal kompensasi yang harus diterima akibat musibah yang menimpa putranya.
Kala itu, pihak pesantren mengajukan klausul kesepakatan kepada pihak pelaku untuk menyediakan uang tunai sebesar Rp 7,5 juta sebagai ganti biaya pengobatan korban.
Rinciannya, Rp 2 juta untuk biaya pengobatan awal, Rp 2,5 juta untuk biaya opname selama 3 minggu, dan Rp 3 juta untuk biaya kontrol.
Selain itu, terdapat klausul yang menyebutkan biaya lain yang tidak ditanggung BPJS akan dibebankan kepada wali pelaku.
Namun, dua kali pertemuan itu, pihak wali pelaku tidak menyepakati perjanjian damai tersebut.
Ratna menyebut, saat dimediasi ia hanya menerima uang kompensasi dari keluarga pelaku sebesar Rp 1 juta.
Beberapa waktu kemudian, Ratna kembali dimediasi dengan keluarga pelaku. Kali ini, mediatornya adalah Pemerintah Desa Tempeh Tengah.
Adapun, Ratna dan keluarga pelaku sama-sama warga Desa Tempeh Tengah. Namun, tidak saling mengenal.
Dalam pertemuan tersebut, Ratna mendapatkan kompensasi sebesar Rp 200.000 dari keluarga pelaku.
"Sebenarnya bertanggung jawab tapi tidak sepenuhnya, tetap memberi uang tapi seadanya," kata Ratna di rumahnya, Rabu (1/10/2025).