Sedangkan, kata Yona, aturan luasan yang tercantum dalam SE Sekda Nomor 400.12/10518/436.7.11/2024 tersebut, tidak bisa diterapkan di perkampungan padat penduduk.
"Hal semacam ini tidak relevan kalau kemudian itu digunakan untuk pemukiman padat seperti di Simolawang di mana itu ada rusun juga. Mereka kesulitan kalau mengikuti 9 meter 1 jiwa," jelasnya.
"Sementara fakta di lapangan itu dijumpai rumah petak yang ada di pemukiman padat penduduk itu kan 9 meter lebih dari 1 jiwa. Kadang 1 petak itu juga bisa lebih dari 1 KK," tambahnya.
Selain itu, menurut dia, SE yang diterbitkan Mei 2024 tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum.
Oleh karena itu, Yona merekomendasikan agar aturannya diganti dengan Perwali.
"Kita minta dicabut dulu dan segera diterbitkan Perwali. Secara lebih rincinya Perwali itu harus mengakomodir apa yang menjadi masukan dari masyarakat dan pihak terkait," ujarnya.
Dengan demikian, Yona meminta kepada Pemkot Surabaya untuk berkoordinasi dahulu dengan DPRD Surabaya sebelum membuat aturan. Agar, kebijakan tidak menyulitkan masyarakat.
"Intinya sebenarnya baik, hanya saja tapi kami mengimbau kepada pihak eksekutif ini kalau punya program harusnya kita bisa koordinasi lebih dulu. Masukan dari masyarakat ini jangan diabaikan," ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang