Dengan catatan, mereka semua masih keluarga dan tinggal dalam rumah tersebut.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Eddy Christijanto mengatakan, pihak yang bisa melakukan pecah KK namun 1 alamat hanya keluarga inti.
"Terkait proses pecah KK yang bisa dilakukan adalah keluarga inti. Jadi misalnya ketika orangtua punya anak, anaknya mau pecah KK bisa," kata Eddy, Jumat (26/9/2025).
Eddy menyebut, Pemkot Surabaya sudah menerapkan aturan 1 alamat bisa digunakan lebih dari 3 KK.
Dengan catatan, semua keluarga yang tercatat memang tinggal di rumah itu.
"Iya (boleh lebih 3 KK) sepanjang itu hubungannya SHDK (Status Hubungan Dalam Keluarga) adalah keluarga inti. Tapi kan nanti akan kita cek KK-nya apa masih tinggal di situ," ucapnya
Sedangkan, lanjut dia, bagi orang yang berniat menggunakan alamat di KK keluarga lain, tidak bisa.
Mereka diharuskan untuk pindah dengan menggunakan tempat tinggal yang berbeda.
Eddy menekankan, aturan tersebut sebenarnya untuk memastikan keluarga yang tercatat di KK tinggal di rumah yang sama.
Warga harus menggunakan alamat sesuai dengan domisilinya.
"Jadi kalau family (keluarga) lain ya enggak bisa, mereka harus pindah dari alamat tersebut. Terus yang penting adalah secara de facto dan de jure mereka juga ada di alamat tersebut," ucapnya.
"Jangan sampai mereka alamatnya di Jalan Simo Lawang misalnya tapi orangnya berada di alamat yang lain, itu tidak bisa. Itu harus pindah ke alamat yang saat ini domisilinya," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko mengatakan, awalnya ada sejumlah warga Simolawang, Kecamatan Simokerto mengadu perihal kebijakan 1 alamat 3 KK itu.
"Mereka ini di pemukiman padat, mempermasalahkan perihal ketentuan dimensi luas karena itu ada dalam SE, luasan 9 meter persegi itu untuk 1 jiwa," kata Yona, saat dikonfirmasi, Rabu (24/9/2025).
Sedangkan, kata Yona, aturan luasan yang tercantum dalam SE Sekda Nomor 400.12/10518/436.7.11/2024 tersebut, tidak bisa diterapkan di perkampungan padat penduduk.
"Hal semacam ini tidak relevan kalau kemudian itu digunakan untuk pemukiman padat seperti di Simolawang di mana itu ada rusun juga. Mereka kesulitan kalau mengikuti 9 meter 1 jiwa," jelasnya.
"Sementara fakta di lapangan itu dijumpai rumah petak yang ada di pemukiman padat penduduk itu kan 9 meter lebih dari 1 jiwa. Kadang 1 petak itu juga bisa lebih dari 1 KK," tambahnya.
Selain itu, menurut dia, SE yang diterbitkan Mei 2024 tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum.
Oleh karena itu, Yona merekomendasikan agar aturannya diganti dengan Perwali.
"Kita minta dicabut dulu dan segera diterbitkan Perwali. Secara lebih rincinya Perwali itu harus mengakomodir apa yang menjadi masukan dari masyarakat dan pihak terkait," ujarnya.
Dengan demikian, Yona meminta kepada Pemkot Surabaya untuk berkoordinasi dahulu dengan DPRD Surabaya sebelum membuat aturan. Agar, kebijakan tidak menyulitkan masyarakat.
"Intinya sebenarnya baik, hanya saja tapi kami mengimbau kepada pihak eksekutif ini kalau punya program harusnya kita bisa koordinasi lebih dulu. Masukan dari masyarakat ini jangan diabaikan," ucapnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/26/163236078/pemkot-surabaya-sebut-bisa-lebih-3-kk-dalam-1-alamat-asalkan