Tapi ia dan pustakawan lain berusaha tidak terjebak dengan itu, mereka hanya menjaga jarak untuk berinteraksi saja.
Bahkan, Hariadi pun meyakinkan kepada anak istrinya. Bahwa kondisinya aman dan tidak akan terpapar.
"Saat itu, kami tidak cukup memikirkan keamanan diri sendiri. Tapi anak istri juga kami pikirkan," katanya.
Saat itu, kebutuhan pembaca cukup tinggi, efek pembatasan keluar rumah. Itu wajib dilayani oleh pustakawan.
"Saat dibatasi keluar rumah kebutuhan pembaca semakin tinggi, hal itu perlu kita layani," katanya.
Baca juga: Setia Membawa Buku, Kisah Pak Ipong Mengemudikan Perpustakaan Keliling
Terutama kebutuhan para mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir. Sehingga pelayanan harus dikakukan meski dengan pola berbeda.
Hariadi mengaku, saat itu ia baru saja bergelut menjadi pustakawan langsung dihadapkan dengan wabah Covid-19.
"Namun adanya kejadian itu, keyakinan saya lebih kuat bahwa pustakawan tidak hanya penyedia buku saja, tapi tidak ubahnya seperti dokter melayani pasiennya untuk ditolong," katanya.
Sejak usai Covid-19, pengunjung perpustakaan daerah belum normal seperti sebelum wabah.
"Waktu sebelum tahun 2019 pembaca banyak, bahkan di tangga pun penuh. Sekarang belum pulih sejak usai Covid-19," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang