Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gembrungan, Nada Sholawat Warisan Leluhur di Desa Sambirobyong Magetan yang Terancam Punah

Kompas.com, 8 September 2025, 08:23 WIB
Sukoco,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

Guna menghasilkan lantunan kitab Barzanji serta iringan tetabuhan gendang dan terbangan yang ritmis juga butuh kekompakan.

Baca juga: Mengenal Didong, Kesenian dari Gayo: Pengertian, Sejarah, dan Tujuan

“Dari 33 babak itu berbeda semua tabuhan maupun nada yang dilagukan. Menyesuaikan dengan alur yang dibangun."

"Seperti pembuka itu pelan, kemudian kelahiran Nabi Muhammad itu ritmenya juga beda, hingga nanti menerima wahyu, menyebarkan agama Islam sampai peperangan itu memiliki irama yang berbeda-beda,” terangnya.

Saekun mengaku butuh waktu cukup lama untuk bisa menguasai teknik pembacaan Barzanji hingga memainkan gendang maupun terbangan.

Padahal dia mengaku bisa menguasai sejumlah tari dan memainkan alat tetabuhan reog dan menguasai permainan gong dalam karawitan.

“Sejak tahun 1963 saya main gamberungan sampai sekarang. Saya memang suka dengan kesenian, baik reog, saya menari ganongan hingga main terompet sampai gendang bisa."

"Karawitan saya juga bisa main gong maupun gendang. Kalau di gembrungan itu memukul gendangnya harus dengan pernuh perasaan,” ujarnya.

Peran pemerintah Desa Sambirobyong

Kekhawatiran hilangnya seni gembrungan juga dirasakan pemerintah Desa Sambirobyong.

Sekretaris Desa Sambirobyong, Dwi Haryanto, mengaku pemerintah desa berubaya menjaga kelestarian seni gembrungan dengan memberi ruang setiap peringatan Maulid Nabi, bersih desa maupun memperingati pergantian tahun baru Islam atau bulan suro.

Pada momen-momen tersebut, grup gembrungan diberi kesempatan tampil di masjid lingkungan.

Baca juga: Apa Itu Kesenian Ludruk?

“Kita support untuk konsumsi setiap gembrungan tampil. Di gembrungan itu ada sajian khas kopi dengan ketan bubuk. Di sini ada 3 grop gembrungan, tapi tinggal 2 yang aktif karena tidak ada regenerasi,” ucapnya.

Sejumlah upaya regenerasi sudah diupayakan pemerintah desa dengan mengajak generasi muda belajar gembrungan, namun hingga saat ini baru segelintir pemuda yang mau belajar.

Rudy, salah satu pemuda Desa Sambirobyong, mengaku kesibukan menjadi faktor utama pemuda di desanya enggan meneruskan kelestarian kesenian gembrungan.

“Mayoritas kesibukan yang menjadi kendala. Seperti saat ini banyak pemuda di sini yang bekerja,” ucapnya.

Sore mulai beranjak di Desa Sambirobyong ketika Supriyanto mengakhiri bacaan Barzanji dengan lantunan solawat kepada Nabi Muhammad.

Mbah Saekun juga mulai mengemasi gendangnya yang telah berusai lebih dari 150 tahun, peninggalan grup gembrungan sebelumnya.

Terbangan besar dengan diameter 75 cm dari bonggol kayu kelapa yang sudah mulai sobek kulit sapinya juga dikemasi.

Mereka akan melantunkan Kitab Barzanji lagi pada kegiatan bersih desa tahun depan.

”Semoga kami diberi kesehatan untuk terus mengumandangkan sholawat kepada Nabi Muhamamd SAW,” pungkas Saekun. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau