Ia menilai bahwa perkara itu muncul bukan karena kesalahan dalam proses pengadaan.
Tetapi karena penghentian pembayaran sisa harga oleh pimpinan Polinema periode selanjutnya.
Sehingga menimbulkan sengketa perdata, sampai akhirnya dibawa ke ranah pengadilan oleh pemilik tanah.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui putusan kasasi, menyatakan bahwa transaksi jual beli tanah tersebut sah secara hukum dan mengikat secara keperdataan.
Sampai saat ini, belum ada satu pun hasil audit dari BPK maupun BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara.
"Maka, menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa dasar kerugian negara yang jelas adalah tindakan yang tergesa-gesa dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan hukum,” ujar dia.
Baca juga: Dugaan Korupsi Pengadaan Obat di Puskesmas Buru Selatan, Polisi Tetapkan 3 Tersangka
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) pada Rabu (11/6/2025) malam.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar mengatakan penahanan tersebut dilakukan setelah pemeriksaan maraton di ruang Pidana Khusus Kejati Jatim sejak siang hari.
Saiful mengatakan, penetapan tersangka itu dilakukan karena pengadaan tanah untuk perluasan kampus yang dilakukan pada tahun 2019 itu tidak melibatkan panitia pengadaan tanah.
"Namun pada 2020, pelaku Awan menerbitkan surat keputusan panitia pengadaan tanah, setelah ada kesepakatan harga dengan Hadi," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang