"Kalau sekarang kan tidak ada, sulit untuk dapat insentif, apalagi sekarang driver-nya tambah banyak,” tutur pria berusia 54 tahun itu.
Setiabudi pun menceritakan sebelum menjadi pengemudi ojol, ia adalah karyawan di PT Maspion. Namun, krisis ekspor membuat perusahaan itu mengambil kebijakan pensiun dini.
Ia sempat kembali mencoba peruntungan di pabrik, tapi usaha itu kandas, dan pada tahun 2018 resmi terkena PHK.
Sebab, usia yang sudah tak lagi muda, peluang kerja lain semakin terbatas. Maka, sejak itu, ia menggantungkan hidup sepenuhnya dari ojol. “Full ojol saja, tidak ada sampingan,” kata dia.
Soal transisi dari gaji tetap ke penghasilan harian, ia menjalaninya dengan cara yang sederhana, nyaris tanpa keluhan.
“Ya dijalani saja bagaimana lagi, tidak ada pekerjaan. Ya untuk bertahan sesuai pemasukan dan mengurangi pengeluaran."
"Kalau tidak ada yang penting dan tidak ada gunanya, tidak usah mengeluarkan uang,” ujar bapak dua anak itu.
Apalagi uang pesangon yang diterima dulu digunakan untuk pendidikan anak-anaknya. Kini, anak sulungnya sedang kuliah, sedangkan si bungsu duduk di bangku kelas IV SD.
Untuk kebutuhan harian, hanya dari ojek online ia bertumpu. Ia memang tidak punya target pasti, tapi berusaha konsisten mencapai minimal harian.
“Selama ini saya membuat target sendiri, sehari harus dapat Rp 100.000, tapi kadang tidak dapat juga. Tidak semua driver orderannya bagus. Kadang ada yang sehari cuma dapat Rp 50.000 saja, kurang,” sambung dia.
Baca juga: Cerita Horor Driver Ojol Asal Malang: Terima Uang Berubah Jadi Daun dan Nyasar ke Hutan
Kini, dengan motor andalannya, Setiabudi bertekad terus melaju di jalan yang tidak selalu ramah dan penghasilan yang tidak menentu.
Ia tetap menjalaninya dengan ketabahan dan memilih bersyukur serta tetap menjaga nilai-nilai spiritual dalam kesehariannya, salah satunya dengan rutin berpuasa Senin-Kamis.
“Ngapain sambat-sambat, enggak ada solusi, malah enggak dapat apa-apa. Karena itu ya jalani kita. Pokoknya bekerja halal,” kata pria yang sehari-hari menjalani ojol mulai pagi hingga sore.
“Ya dijalani saja,” cetus dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang