Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pekerja Panti Pijat Malang Minta Ijazah Dikembalikan, Ancam Lapor Polisi

Kompas.com, 4 Mei 2025, 16:25 WIB
Nugraha Perdana,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Ijazah belasan mantan pekerja di salah satu panti pijat syariah di Kota Malang, Jawa Timur, diduga ditahan meskipun masa kontrak kerja telah habis.

Mereka dijadwalkan akan bertemu dengan pihak perusahaan untuk meminta pengembalian ijazah mereka pada Senin (5/5/2025), besok.

"Besok, kami mengadakan bipartit dengan pihak perusahaan tersebut, yang akan dihadiri para pekerja dan mantan pekerja juga, dan infonya dari Dinas Tenaga Kerja Kota Malang juga hadir, dan jika ijazah tidak dikembalikan, kami akan membuat laporan ke polisi," kata Penasihat Hukum, Gunadi Handoko, pada Minggu (4/5/2025).

Dia mengatakan, apabila pihak perusahaan nantinya dalam pertemuan tersebut tidak mengembalikan ijazah, pihaknya akan membuat laporan ke polisi.

Baca juga: Pemuda di Medan Ambil Sekarung Beras, Bayarnya Pakai Ijazah SD

Menurutnya, praktik menahan ijazah ini dinilai melanggar hukum dan merugikan hak-hak tenaga kerja.

Alasan perusahaan menahan ijazah adalah karena ada klausul non-kompetisi, yaitu meskipun pekerja sudah tidak bekerja, dia dilarang bekerja di perusahaan sejenis selama satu tahun.

"Hal ini bertentangan dengan Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 yang melarang pihak perusahaan menahan semua dokumen asli milik pekerja yang berkaitan dengan pekerjaan," katanya.

Pihaknya sebenarnya juga sudah membuat somasi kepada perusahaan tersebut sejak Rabu (30/4/2025) dan diberi waktu selama tiga hari hingga Sabtu (3/5/2025), kemarin.

Dia mengatakan, saat ini ada 17 orang yang diduga ijazahnya ditahan, dengan 15 orang di antaranya sudah tidak lagi bekerja di tempat tersebut.

Baca juga: Kronologi Pemuda Viral Beli Beras Pakai Ijazah di Deli Serdang karena Tak Punya Uang

"Ada dua orang yang masih bekerja. Mereka ini jika kontraknya berakhir, ada yang ijazahnya ditahan selama 1 tahun dan ada yang diminta memberikan uang jaminan sekitar Rp 10 jutaan," katanya.

Menurut dia, penahanan ijazah ini yang penguasanya berdasarkan perjanjian kerja yang berhubungan dengan pekerjaan, maka perusahaan tersebut dinilai juga telah melanggar Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebelumnya diberitakan, dugaan praktik penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap pegawainya mencuat di Kota Malang, Jawa Timur.

Ada dua perusahaan swasta yang diduga membebankan denda jutaan rupiah kepada pekerja yang ingin mengambil kembali dokumen berharga mereka sebelum kontrak kerja berakhir.

Menanggapi hal ini, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menegaskan bahwa Pemkot Malang tidak akan mentolerir praktik penahanan ijazah.

Menurutnya, hal ini dinilai telah melanggar hak-hak dasar pekerja.

Baca juga: Dua Perusahaan di Malang Diduga Tahan Ijazah dan Minta Tebusan, Pemkot Malang: Itu Salah

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau