Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahan Ijazah, Jan Hwa Diana Berpotensi Terjerat Pasal Berlapis

Kompas.com, 24 April 2025, 10:54 WIB
Izzatun Najibah,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Jan Hwa Diana, pemilik UD Sentoso Seal, berpotensi menghadapi jeratan hukum setelah puluhan mantan karyawan melapor ke Polda Jawa Timur terkait penahanan ijazah.

Pada Selasa (22/4/2024), sebanyak 44 mantan karyawan yang didampingi kuasa hukum mereka melaporkan dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan penghilangan barang.

Pakar hukum dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Prof Hadi Subhan, menjelaskan bahwa Diana dapat dikenakan pasal berlapis karena perusahaannya yang bermasalah.

"Bisa, ya bisa (dikenakan pasal berlapis)," ujarnya kepada Kompas.com pada Kamis (24/4/2025).

Baca juga: Siapa Veronika dalam Pusaran Kasus Tahan Ijazah CV Sentoso Seal?

Prof Hadi menekankan bahwa hubungan antara pengusaha dan buruh bersifat subordinatif, sehingga setiap kesepakatan yang dilakukan tidak mengikat, termasuk kesepakatan penahanan ijazah.

"Posisi subordinatif itu banyak keterpaksaan. Termasuk ketika sepakat untuk menyerahkan ijazah. Itu seharusnya tidak mengikat artinya kembali ke aturan bahwa tidak boleh dilakukan," tuturnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa meskipun tidak ada undang-undang yang secara eksplisit melarang perusahaan menahan ijazah, di Jawa Timur terdapat Perda No 8 Tahun 2016 yang melarang pengusaha menahan dokumen pribadi seperti KTP, SIM, dan ijazah.

"Bahkan ada sanksi pidananya kurungan 6 bulan atau denda 50 juta. Cuma itu bukan pidana umum, jadi wewenangnya pengawas Ketenagakerjaan," ujarnya.

Kasus ini juga mencuat setelah diketahui bahwa UD Sentoso Seal membatasi waktu sholat Jumat karyawan hanya 20 menit, dan jika melebihi waktu tersebut, karyawan dikenakan denda mulai Rp 10.000.

Baca juga: Eri Cahyadi Bantu Kembalikan 4 Ijazah Karyawan, 3 di Antaranya dari Luar Surabaya

Hadi menegaskan bahwa hal ini merupakan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan.

"Pengusaha wajib memberikan kesempatan pekerjanya untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan. Jika melanggar, sanksi pidananya maksimal 4 tahun penjara," tegasnya.

Selain itu, gaji dan bonus karyawan ditahan jika tidak menemukan barang yang hilang.

Jika barang ditemukan, karyawan diwajibkan membeli barang tersebut sesuai harga yang ditetapkan perusahaan.

Gaji yang diberikan UD Sentoso Seal kepada karyawan berpengalaman jauh dari UMK Surabaya, yakni Rp 4.961.753, sementara rata-rata gaji yang diterima karyawan maksimal Rp3.600.000.

Karyawan tanpa pengalaman hanya mendapatkan upah antara Rp 2.600.000 hingga Rp3.040.000, namun tidak selalu dibayar penuh.

Menanggapi hal ini, Hadi menyatakan bahwa pemberian upah di perusahaan harus disesuaikan dengan badan hukum.

"Kalau UMKM, Koperasi itu tidak berlaku ketentuan upah minimum. Saya tidak tahu apakah dia (Perusahaan Diana) tergolong kecil atau menengah, besar," ungkapnya.

Pemerintah Kota Surabaya juga mengungkapkan bahwa UD Sentoso Seal tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), sehingga perusahaan tersebut tidak berbadan hukum.

Baca juga: Polemik Usaha Diana: Mulai Tahan Ijazah, Potong Gaji sampai Disegel

Meskipun mantan karyawan telah melaporkan kasus ini ke Polda Jatim, Hadi berpendapat bahwa seharusnya penyelesaian bisa dilakukan melalui upaya administratif dan perdata, seperti mengembalikan ijazah.

"Misalnya tadi soal ijazah, kalau diupayakan ijazahnya dikembalikan ya sudah selesai. Perusahaan bisa tetap beroperasional, pengusahanya jangan dipenjara," ujarnya.

Namun, Diana membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya tidak menahan ijazah karyawan.

Ia memperingatkan bahwa jika kasus ini berlanjut ke jalur pidana, hal itu akan merugikan pekerja lain.

"Tapi itu kan problemnya kalau pidana itu pengusahanya dipenjara dan pabriknya bisa tutup. Merugikan pekerja yang lain," tambahnya.

Hadi menyarankan agar pengawas ketenagakerjaan dan pihak kepolisian segera mengambil tindakan, mengingat kasus ini telah melukai keadilan masyarakat.

"Kalau nanti tidak ditindak cepat, khawatirnya akan main hakim sendiri dan terjadi peradilan jalanan. Negara rugi, pengusaha rugi, warga Surabaya rugi," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau