SUMENEP, KOMPAS.com - Posko pengaduan untuk korban pemotongan dana program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2024 yang dibentuk Komisi III DPRD Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menuai sorotan.
Anggota Komisi III DPRD Sumenep, Moh Hanafi, mengungkapkan keberatannya terhadap posko kemanusiaan tersebut saat rapat paripurna yang berlangsung pada Rabu (23/4/2025).
"Kalau hanya menjadi wacana dan tidak berujung sesuai apa yang kita harapkan, saya berharap keriuhan yang terjadi di ruang-ruang publik itu agar secepatnya dihentikan," tegas Hanafi.
Hanafi juga menduga bahwa belum ada rapat internal Komisi III yang secara khusus membahas pembentukan posko pengaduan bagi korban BSPS.
Baca juga: DPRD Sumenep Buka Posko Pengaduan Bagi Warga Miskin Korban Pemotongan Dana BSPS
Meskipun demikian, pernyataan ketua Komisi III mengenai pembentukan posko tersebut telah menyebar luas.
Ketua DPRD Sumenep, Zainal Arifin, juga mengaku tidak mengetahui tentang pembukaan posko pengaduan untuk korban BSPS.
"Saya pembukaan posko (oleh DPRD) baru dengar hari ini, dan ada beberapa teman-teman media mengirim berita itu," ungkap Zainal saat ditemui di kantor DPRD.
Zainal menambahkan, pihaknya akan mengagendakan rapat antarpimpinan untuk membahas regulasi terkait penyediaan posko bagi korban program BSPS.
"Langkah apa yang akan diambil, perlu kita sampaikan," ujarnya.
Menurut Zainal, sumber dana program BSPS berasal dari APBN, bukan APBD.
Baca juga: Para Kades di Sumenep Angkat Bicara Setelah Dipanggil Kejari Terkait Dugaan Korupsi BSPS
Oleh karena itu, jika ada wacana pembentukan pansus oleh DPRD Sumenep, pihaknya akan mempelajari regulasinya terlebih dahulu.
"Semua orang menyoroti program ini (BSPS). Tapi harapan kami, semua yang menyoroti bisa menyodorkan bukti, tidak hanya kata-kata."
"Baik pemungutan, melalui pintu siapapun. Harapan kami, memberikan bukti yang riil kepada, baik kepada teman-teman media, maupun kejaksaan," urainya.
Secara terpisah, Ketua Komisi III DPRD Sumenep, Moh Muhri, menjelaskan bahwa upaya bantuan untuk masyarakat yang dilakukan DPRD tidak harus atas seizin ketua.
"Sejauh ini, yang saya pahami, tidak harus," ujarnya.