MAGETAN, KOMPAS.com – Siapa sangka, Wakiyem (82) atau dikenal dengan Mbok Yem membuka warung di puncak Gunung Lawu berawal dari ketidaksengajaan.
Inspirasi untuk mendirikan warung di ketinggian itu berawal ketika Mbok Yem menolong para pendaki yang melaksanakan ritual dan kehabisan bekal sekitar tahun 1980-an.
Warung itu akhirnya bertahan hingga saat ini dan menjadi jujukan para pendaki hingga melegenda di puncak Gunung Lawu.
Baca juga: Kisah Mbok Yem Menahan Sakit demi Menyediakan Makan Pendaki Gunung Lawu
Cerita tersebut disampaikan Mbok Yem saat Kompas.com berkunjung ke rumahnya pada hari Jumat, 5 Juni 2020, saat ia memiliki hajatan menikahkan cucunya.
"Awalnya tidak tahu ada yang memanggil-manggil saat kita membuat api unggun. Ternyata ada pendaki yang melakukan ritual kehabisan bekal," ujarnya kala itu.
Mbok Yem mengaku sempat dikira bukan bangsa manusia oleh pendaki ritual yang kehabisan bekal karena di tahun 1980-an jarang sekali perempuan mendaki.
"Awalnya ditanya apakah saya orang, ya saya jawab orang. Dikiranya saya bangsa lelembut," katanya.
Baca juga: Mengenang Mbok Yem, Legenda Gunung Lawu yang Kini Telah Berpulang
Sejak saat itu, Mbok Yem mengaku diminta berjualan oleh salah satu petugas pemangku kawasan hutan Gunung Lawu.
"Ya, diminta untuk jualan di Gunung Lawu," ujar Mbok Yem.
Syaiful Gimbal, cucu Mbok Yem, mengaku sempat merasakan betapa beratnya pekerjaan Mbok Yem saat masih mencari tumbuhan jamu herbal di Hutan Gunung Lawu sebelum membuka warung di dekat puncak Gunung Lawu.
Dia mengaku saat masih kelas 5 sempat menyusul Mbok Yem dan sempat bermalam di tengah hutan Gunung Lawu.
“Kalau bermalam di Gunung Lawu dulu, Mbok Yem tidurnya gali sisi bukit, gali tanah seperti di dalam galian biar hangat. Kalau di luar dingin sekali. Saya pernah ikut sekali saat kelas 5 SD,” kenangnya.