SUMENEP, KOMPAS.com - Dengan telaten, Dwi Retnowati mengajari para ibu-ibu mengunting plastik bekas mi instan, manisan, dan kopi saset yang telah dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu.
Selain menggunting, mereka juga diajari cara melipat, merekatkan dengan staples, dan menganyam sampah daur ulang itu dalam beragam bentuk, mulai dari tas cangklong, tempat tisu, tas jinjing, hingga tas belanja.
"Harus telaten, mas. Karena memang tahapan produksi daur ulang sampah ini untuk jadi produk bernilai jual memang cukup banyak," kata Dwi Retnowati kepada Kompas.com di Sumenep, Minggu (20/4/2025) kemarin.
Baca juga: Kartini dari Banyuwangi, Tekad Ipuk Fiestiandani Dorong Pemberdayaan Perempuan
Dwi Retnowati, yang akrab dipanggil Dwi, adalah perempuan penggiat daur ulang sampah. Sejak tahun 2014 lalu, dia telah aktif menjadi kader lingkungan.
Selain sebagai ibu rumah tangga, Dwi juga menjadi Direktur Bank Sampah Mawar yang telah dirintisnya beberapa tahun silam.
Bank sampah yang masih eksis itu berada di Desa Marengan Daya, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
"Awal-awal, kesadaran warga tentang lingkungan masih belum memadai. Diajak bersih-bersih saja belum banyak yang berkenan," kenang Dwi.
Pertama kali tiba di bank sampah yang dirintisnya, setiap pengunjung akan disambut kreasi ecobrick besar bertuliskan "Marengan Daya".
Ecobrick, yang merupakan instalasi botol plastik, diisi padat dengan sampah plastik bekas, berada tepat di depan bangunan Bank Sampah Mawar yang selama ini menjadi tempat bagi ibu-ibu untuk belajar mendaur ulang sampah.
Baca juga: Ati Taek, Sopir Truk Perempuan Penerobos Daerah Terisolasi di Pulau Timor NTT
Dwi Retnowati bersama ibu-ibu pengrajin daur ulang di bank sampah Desa Marengan Daya, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Sebagian bangunan itu masih semi permanen. Namun, warna cat dan lukisan yang menghiasi dindingnya cukup menarik perhatian. Ada lukisan siluet dedaunan dan salah satu tokoh kartun.
Di dalamnya, beberapa sertifikat penghargaan terpajang di dinding. Di antara itu, beberapa kalimat ajakan peduli sampah yang dicetak pada banner berukuran kecil cukup menarik perhatian.
Menurut Dwi, mengelola bank sampah secara konsisten dan mandiri tidaklah mudah.
Memerlukan tenaga ekstra, terlebih karena harus membagi waktu antara bank sampah dan keluarga.
"Dukanya, jijik pasti. Bau pasti, butuh telaten, kesabaran, dan semangat. Makanya yang diajak gabung yang mau saja, karena tidak banyak yang berkenan dengan sampah," ujar Dwi.