5BANYUWANGI, KOMPAS.com - Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur, menyuguhkan pemandangan indah dengan langit biru yang bersih.
Namun, terik matahari yang menyengat menambah tantangan bagi para pewarta yang bertugas meliput arus mudik, terutama bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Fredy Rizki Manunggal, pewarta dari Radar Banyuwangi, mengungkapkan, “Harus menahan haus di tengah terik pelabuhan yang berat, di sisi lain melihat banyak orang di pelabuhan yang tidak puasa.”
Baca juga: Rohman, Kejar Rejeki Ramadhan dengan Kopi Saset di Pelabuhan Ketapang
Fredy telah meliput arus mudik di Pelabuhan Ketapang sejak 2018 dan sering kali berbuka puasa di atas kapal yang melayani penyeberangan Banyuwangi-Bali.
Meski demikian, ia menikmati pekerjaannya dan merasa senang melihat tekad kuat para pemudik yang berusaha pulang kampung.
Sementara itu, Ayu Lestari, pewarta dari beritajatim.com, juga mengalami tantangan serupa dalam peliputan mudik perdana di pelabuhan tersebut.
Ia mengakui perlunya persiapan fisik menghadapi cuaca yang panas dan tidak menentu.
Selain itu, Ayu harus pandai memilah calon pemudik atau wisatawan untuk mendapatkan wawancara yang menarik.
“Kadang ada pemudik yang ramah, tapi ada juga yang tidak mau diekspos,” ujarnya.
Ramada Kusuma, pewarta foto dari Jawa Pos, menyoroti tantangan dalam mendapatkan momen yang tepat untuk diabadikan.
Baca juga: Bupati Ketapang Tinjau Jalan Rusak Pakai Motor: Ingin Rasakan yang Dirasakan Warga
Pria yang akrab disapa Kelik ini telah meliput arus mudik di Pelabuhan Ketapang selama empat tahun.
Ia mengandalkan jaringan pertemanan dengan pedagang dan pekerja kapal untuk memperoleh informasi akurat mengenai waktu-waktu ramai di pelabuhan.
“Saya memang harus mengejar momen,” ujarnya.
Rendra Farandika, jurnalis Kompas TV asal Situbondo, juga memiliki pengalaman unik saat meliput arus mudik.
Ia menganggap pekerjaannya sebagai tugas, kepedulian, dan ibadah.