BANYUWANGI, KOMPAS.com - Hujan rintik turun di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur siang itu. Airnya bercampur dengan sisa hujan deras semalam yang belum mengering akibat hujan deras semalam.
Jalanan yang basah toh tak menyurutkan langkah Rohman, seorang penjual kopi di kawasan itu. Tak henti, dia menawarkan kopi gendongnya dari satu jendela mobil ke jendela lainnya.
Berharap sopir yang mayoritas pria akan menyambut tawarannya, dan membeli dagangannya sembari menunggu antrean masuk kapal. “Saya kerja mulai jam enam pagi, sampai jam dua siang,” kata Rohman, Senin (24/3/2025).
Baca juga: Kesaksian Tukang Kopi Keliling Lihat Chris Martin Nyeker di Kuningan
Selain mengukur kemampuan diri yang telah beranjak tua, Rohman juga mengaku memilih pulang saat siang untuk beristirahat dan berbuka puasa di rumah, serta menyiapkan diri untuk shalat tarawih.
Sehari-harinya, pria 53 tahun itu berangkat dari rumahnya yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Pelabuhan Ketapang, yaitu di Kecamatan Rogojampi, untuk mengadu nasib dengan membawa kotak berisi berbagai jenis kopi saset, lengkap dengan gelas plastik, dan termos air panas.
Puasa tak menjadi halangan baginya. Sebab, tujuannya adalah meraih banyak uang untuk dikumpulkan jelang perayaan Hari Raya Idul Fitri.
“Persiapan, mau Lebaran semua harga naik. Nanti kalau Lebaran juga ingin memberi uang ke cucu,” tutur dia.
Dalam sehari, selain banyak berjalan kaki menawarkan diri dari satu sopir ke sopir lainnya, Rohman juga ikut menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali, untuk menjajakan dagangannya di sana.
Ia mengikuti naluri, di mana nalurinya di sana ada uang, maka dia akan menuju ke sana. Baginya, yang terpenting adalah berusaha semampunya terlebih dahulu, rezeki akan mengikuti.
“Saya menyeberang juga. Karena di Pelabuhan Ketapang masih sepi. Ramainya nanti pas arus balik,” tutur Rohman.
Baca juga: Senyum Nenek Juwarti di Usia 85 Tahun, Sambut Berkah Ramadhan di Pabrik Sido Muncul
Dia pun menantikan momen tersebut dan berharap pendapatannya akan meningkat pesat dari perolehannya sehari-hari yang berkisar Rp 100 ribu.
Baginya, yang tak pernah merasakan tunjangan hari raya sepanjang hidupnya, meningkatnya pendapatan jelang Hari Raya Idul Fitri adalah berkah yang tetap harus disyukuri.
“Insha Allah berkah, yang penting disyukuri, nanti terasa cukup,” tutur dia sembari bergegas mengemasi kopi-kopinya untuk menawarkan kembali ke para pengemudi kendaraan yang mulai memenuhi jalur antrean.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang