"Kami tetap konsisten bahwa Ramadhan harus kita sambut dengan suka cita. Salah satu ciri khas yang kami punya, seperti banyak masyarakat Indonesia lainnya, adalah membuat apem," ujarnya.
Baca juga: Mendagri Pimpin Barisan Kirab Kepala Daerah untuk Masuki Area Pelantikan di Istana
Apem bukan sekadar kue tradisional, tetapi memiliki makna yang mendalam.
Menurut cerita yang diwariskan para sesepuh, apem menjadi simbol permohonan maaf dan refleksi diri sebelum memasuki bulan suci.
"Dengan menyambut puasa, melalui apem kita menyampaikan permohonan maaf. Bagaimana sesama manusia pasti memiliki luput dan salah. Ini cara kami mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan dengan hati damai, tenang, dan lerem," tuturnya.
Tradisi kirab gunungan apem ini semakin istimewa karena diadakan di Kompleks Pesarean Ki Ageng Gribig, yang kini berkembang menjadi salah satu tujuan wisata religi di Kota Malang.
Ia menuturkan bahwa Pokdarwis dan masyarakat sekitar memiliki tekad kuat untuk mempertahankan tradisi baik yang diwariskan oleh para leluhur.
"Kami sebagai kelompok wisata dan masyarakat ingin mempertahankan hal baik yang sudah ditinggalkan oleh tetua kita. Bagi kami, apem wajib ada dalam setiap kegiatan ini," ujar Devi Nur Hadianto.
"Konsep dasar dikirab itu adalah untuk syiar, meramaikan, biar semua orang tahu dan mengingatkan serta mengajak bahwa besok puasa," ucapnya.
Baca juga: Mendagri Pimpin Barisan Kirab Kepala Daerah untuk Masuki Area Pelantikan di Istana
Tradisi kirab apem menyambut bulan suci Ramadhan telah dilakukan sejak tahun 2020 dan kini menjadi kebiasaan rutin masyarakat sekitar makam Ki Ageng Gribig.
"Ini kebiasaan rutin yang sudah dilaksanakan sejak 2020. Megengan atau kirab apem diikuti peserta mayoritas dari lingkungan pesarean Ki Ageng Gribig," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang