MALANG, KOMPAS.com - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ada tradisi yang tetap terjaga dan menjadi simbol kebersamaan serta spiritualitas masyarakat Kota Malang.
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesarean Ki Ageng Gribig Kota Malang kembali menggelar tradisi kirab gunungan apem menuju makam, Kamis (27/2/2025) siang.
Kirab ini bukan sekadar perayaan, melainkan juga bentuk syiar dan pengingat akan datangnya bulan suci Ramadhan dengan kesiapan hati.
Sejumlah warga, baik pria, wanita, maupun anak-anak, berjalan beriringan menuju Kompleks Makam Ki Ageng Gribig.
Apem dibentuk dalam dua gunungan, dibawa keliling dengan diiringi lantunan shalawat, topeng Malangan, tarian sufi, dan hadrah.
Dengan mengelilingi permukiman warga, suasana khidmat dan penuh makna tercipta.
Sepanjang perjalanan, apem juga dibagikan kepada masyarakat yang menyaksikan di pinggir jalan dan para peziarah yang datang ke kompleks makam.
Tahun ini, warga setempat membuat 15 kilogram apem secara kolektif.
Jika satu kilogram adonan menghasilkan sekitar 50 apem, maka ada lebih dari seribu apem yang siap dibagikan.
Partisipasi warga juga luar biasa, dengan banyaknya kiriman apem dari berbagai pihak yang ingin ikut serta dalam tradisi ini.
Sesampai di kompleks makam Ki Ageng Gribig, suasana penuh sukacita terasa begitu kental.
Warga berkumpul dan berdoa bersama dengan penuh ketulusan.
Setelah itu, warga yang datang berebut apem yang sudah diletakkan di tengah-tengah mereka berkumpul.
Ketua Pokdarwis Pesarean Ki Ageng Gribig, Devi Nur Hadianto, menegaskan bahwa menyambut Ramadhan dengan sukacita merupakan bagian dari komitmen masyarakat setempat.
"Kami ingin bersyukur bersama-sama dan memanjatkan doa agar Ramadhan tahun ini lebih baik dan lebih sukses dari yang sebelumnya," kata pria yang biasa disapa Devi itu.
"Kami tetap konsisten bahwa Ramadhan harus kita sambut dengan suka cita. Salah satu ciri khas yang kami punya, seperti banyak masyarakat Indonesia lainnya, adalah membuat apem," ujarnya.
Apem bukan sekadar kue tradisional, tetapi memiliki makna yang mendalam.
Menurut cerita yang diwariskan para sesepuh, apem menjadi simbol permohonan maaf dan refleksi diri sebelum memasuki bulan suci.
"Dengan menyambut puasa, melalui apem kita menyampaikan permohonan maaf. Bagaimana sesama manusia pasti memiliki luput dan salah. Ini cara kami mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan dengan hati damai, tenang, dan lerem," tuturnya.
Tradisi kirab gunungan apem ini semakin istimewa karena diadakan di Kompleks Pesarean Ki Ageng Gribig, yang kini berkembang menjadi salah satu tujuan wisata religi di Kota Malang.
Ia menuturkan bahwa Pokdarwis dan masyarakat sekitar memiliki tekad kuat untuk mempertahankan tradisi baik yang diwariskan oleh para leluhur.
"Kami sebagai kelompok wisata dan masyarakat ingin mempertahankan hal baik yang sudah ditinggalkan oleh tetua kita. Bagi kami, apem wajib ada dalam setiap kegiatan ini," ujar Devi Nur Hadianto.
"Konsep dasar dikirab itu adalah untuk syiar, meramaikan, biar semua orang tahu dan mengingatkan serta mengajak bahwa besok puasa," ucapnya.
Tradisi kirab apem menyambut bulan suci Ramadhan telah dilakukan sejak tahun 2020 dan kini menjadi kebiasaan rutin masyarakat sekitar makam Ki Ageng Gribig.
"Ini kebiasaan rutin yang sudah dilaksanakan sejak 2020. Megengan atau kirab apem diikuti peserta mayoritas dari lingkungan pesarean Ki Ageng Gribig," ujarnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/27/200810778/tradisi-kirab-apem-ke-pesarean-syiar-kebersamaan-sambut-ramadhan