“Di kampung itu (Kampung Engklek) kita mengedukasi masyarakat bahwa engklek itu ada empat jenis dari Indonesia dan enam jenis dari luar negeri. Di situ kita edukasi melalui permainan engklek di setiap kotaknya, misalnya kotak ini kalau engklek Perancis namanya apa, bahasanya apa, seperti itu,” ujarnya.
Kampoeng Dolanan juga menggandeng banyak pengrajin lokal asal Surabaya dalam pembuatan permainan tradisional.
“Contohnya mainan boy-boyan ini kita membuat sekitar 20 mainan dari bambu di antara sekitar 130 mainan lainnya yang kita jual,” ungkap Cak Mus sambil memandangi anak-anak yang sedang bermain.
Baca juga: Daftar Harga Bahan Pokok di Pasar Tradisional Blitar Jelang Ramadhan
Semakin siang, tampak semakin banyak orang berdatangan ke stand Kampoeng Dolanan di CFD Taman Bungkul. Tidak hanya anak-anak, banyak juga orang dewasa yang mencoba berbagai permainan tersebut.
Faizan dan Lupi, menjadi satu di antara pasangan ibu dan anak yang mencoba permainan egrang di stand Kampoeng Dolanan.
“Ayo coba kaki yang kiri ibu pegang, yang (kaki) kanan diangkat. Ayo nanti adek bisa sendiri,” ucap Lupi sembari menyemangati putranya, Faizan saat pertama kali mencoba egrang.
Dia menuturkan alasan keinginannya untuk mengajari permainan tradisional kepada Faizan agar tidak terfokus pada gadget.
“Karena saya dulu juga mainan seperti ini, jadi juga pengen ngajarin. Agar enggak main HP terus,” ujarnya.
Berdasarkan pengamatan Kampoeng Dolanan, anak-anak tidak bermain permainan tradisional bukan karena mereka tidak tertarik, melainkan karena mereka belum teredukasi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang