SURABAYA, KOMPAS.com - Di antara hiruk pikuk Perumahan Delta Sari, Sidoarjo, sebuah sepeda tua dengan keranjang usang melaju perlahan. Di atasnya, seorang pria paruh baya terlihat terus mengayuh.
Siapa sangka, pengayuh sepeda itu adalah seorang sarjana lulusan Institut Wangsa Manggala Yogyakarta, yang kini dikenal sebagai Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Muhammad Ruslan (55), pria yang akrab disapa Pak Ruslan ini, mengisahkan perjalanan hidupnya yang penuh liku saat ditemui, Kamis (30/1/2025).
Baca juga: Gigihnya Dulrasu, Jalan Kaki dari Magrib hingga Subuh Jual Sapu Ijuk
Dari seorang mahasiswa yang penuh mimpi di Kota Pelajar, kini dia menjalani hari-harinya sebagai penjual nasi bungkus keliling di Sidoarjo.
"Saya dulu kuliah di Jogja," ucap dia dengan nada yang menyiratkan kenangan.
Setelah lulus di tahun 1989, Ruslan kembali ke kampung halamannya di Medan. Namun, nasib berkata lain.
Setahun menganggur, dia lalu mengikuti ajakan kakak ipar ke Jakarta untuk bekerja di bidang perkayuan.
Baca juga: 33 Tahun Berjualan Mainan, Juhari Sukses Antarkan Anaknya Jadi Perawat
Tahun berganti, dan pada 2005, langkah hidupnya membawa Ruslan ke Surabaya.
Dia mendapatkan pekerjaan di sebuah gudang di kawasan kolam renang Delta Sari. Namun, pekerjaan itu harus dilepaskan setelah ia mengalami kecelakaan motor.
"Ya, sekarang kalau susah seperti ini, cari kerja sudah usia, jarang yang nerima. Jadi sudah malu kalau mau balik ke Medan," ungkap dia dengan mata sendu.
Kini, mudik hanya menjadi agenda tahunan saat lebaran ke rumah mertuanya di Kutoharjo, Solo.
Setiap pagi, mulai pukul 07.00 atau 08.00 WIB hingga tengah hari, Ruslan setia mengayuh sepedanya, membawa 10-15 bungkus nasi.
Baca juga: Sahrin, Wanita Penjual Kenari yang Mampu Sarjanakan 7 Anaknya
"Kalau hujan begini, biasanya tidak semuanya habis. Kadang saya bagi-bagikan ke ojol, biar tidak mubazir," tutur dia.
Di balik kesederhanaan hidupnya, terselip cerita perjuangan sebuah keluarga. Awalnya, Ruslan membeli nasi bungkus dari orang lain untuk dijual.
Namun, risiko kerugian saat dagangan tidak habis membuat istrinya berinisiatif untuk memasak sendiri.