SUMENEP, KOMPAS.com - Adzan Maghrib baru usai berkumandang. Suasana di perempatan jalan Sludang, Desa Kolor, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, terasa begitu lengang.
Sesekali, suara kendaraan yang melintas seolah memecah kesunyian dan cahaya lampu jalan yang temaram.
Mayoritas pengendara yang melintas adalah mereka yang hendak menunaikan ibadah ke masjid dan musalla. Hal itu tampak dari baju muslim yang mereka kenakan.
Walakin, di sisi utara jalan perempatan Sludang, yang berada tepat di sisi barat kantor Pemkab Sumenep, Dulrasu (73), baru saja menaruh pikulan bambunya yang membawa sapu ijuk yang terbuat dari serabut kelapa.
Warga Desa Larangan Barma, Kecamatan Batu Putih ini, baru saja dicegat oleh pengendara motor matik, pasangan suami istri, yang hendak membeli dagangannya.
Baca juga: Berjualan Sejak 1980, Ini Kisah Bisnis Legendaris Es Campur Ko Acia
"Biasanya saya bawa 30an buah sapu ijuk. Harga Rp 10.000 yang kecil. Kalau yang besar Rp 15.000," kata Dulrasu.
Kemandirian dan kegigihan Dulrasu sepertinya layak diteladani. Meski usianya sudah senja, dan sudah berjualan sapu ijuk sejak tahun 1977, dia pernah tidak ingin merepotkan kerabat, bahkan kedua anak kandungnya.
Setiap dua malam sekali, suami Muambiya (65) ini menawarkan sapu ijuk yang dibawanya kepada warga di pusat kota.
Dia berkeliling dari perumahan ke perumahan, mengucapkan salam dari pintu ke pintu untuk menawarkan sapu ijuk yang dikulaknya dari desa. "Ya harus laten dan sabar Mas," ungkap dia.
Biasanya, menjelang sore, bapak dua anak ini berangkat menumpang kol -sebutan umum untuk angkutan kota, biasanya mobil jenis Mitsubishi L300, dengan membawa barang dagangannya.
Setelah menempuh perjalanan selama 40 menitan, Dulrasu turun di tugu ayam jago di jalan Iman Bonjol, Desa Pamolokan, Kecamatan Kota, dengan membayar ongkos Rp 10.000.
Baca juga: Kuliner Pentol Jadul “Kelet” Legendaris Cak Leman, Ada sejak 1999
Lalu, dari sana dia mulai berjalan kaki menjajakan sapu ijuknya di sekitar Desa Pamolokan, Bangkal, Kolor, Kelurahan Bangselok, Karangduwak, Kepanjin, Pajagalan dan Desa Pabian.
Dulrasu berkeliling hingga subuh tiba. "Kalau jualan siang sepi. Enakan malam. Biasanya sampai subuh," kata dia.
Selepas adzan subuh, biasanya dia kembali menunggu kol di tempat yang sama, tugu ayam jago di Desa Pamolokan. Dia kembali menyiapkan uang Rp 10.000 untuk membayar ongkos pulang.
Setiap kali berjualan, biasanya separuh dari puluhan sapu ijuk yang dibawanya laku. Sedikitnya, 4-5 sapu terjual. Namun, jika sedang beruntung, semua sapu ijuknya terjual habis, meski jarang terjadi.
"Kadang dapat (hasil) Rp. 50.000,- ya kadang kurang, sekitar itu," sambung dia.