Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Jarum Jahit ke Cetakan Kue Lumpur, Kisah Bu Martini Temukan Kebahagiaan di Usia Senja

Kompas.com, 22 Januari 2025, 06:36 WIB
Adhitiya Prasta Pratama,
Andi Hartik

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Terkadang kebahagiaan datang dari hal-hal sederhana yang tidak terduga. Hal itulah yang dialami Martini Setiyowati (56), yang menemukan keceriaan barunya lewat sepiring kue lumpur, setelah hampir 30 tahun berkutat dengan jarum dan benang.

Di teras rumahnya di Jalan Pacuan Kuda, Surabaya, Rabu (15/1/2025), wanita yang akrab disapa Bu Martini ini dengan cekatan menuang adonan kue lumpur ke dalam cetakan berlubang tujuh.

Tangannya yang terampil, warisan dari puluhan tahun menjadi penjahit, kini beralih mengaduk adonan dan menghias kue-kue mungil yang menggoda selera.

Baca juga: Wayang Potehi: Merajut Cerita, Spiritualitas dan Doa

Perjalanan Bu Martini dalam dunia menjahit dimulai sejak usia belia. Tanpa mentor khusus, gadis kecil berusia 12 tahun saat itu belajar secara otodidak, menggerakkan jarum dan benang dengan penuh determinasi.

"Tidak ada yang menginspirasi, datang dari diri sendiri. Saya memang tertarik untuk menambah keterampilan biar lebih mandiri," kenangnya sambil tersenyum.

Baca juga: Mendol, Kuliner Khas Malang yang Sederhana tetapi Memikat

Pada tahun 1987, tekadnya untuk mengasah kemampuan semakin kuat. Bu Martini memutuskan untuk mengambil kursus menjahit formal, memperkuat fondasi yang telah ia bangun secara otodidak.

Keputusan ini mengantarkannya pada karier profesional yang bertahan selama hampir tiga dekade, dari 1990 hingga 2018.

"Saya sudah jenuh dengan kesunyian. Menjahit butuh konsentrasi tinggi dan harus di tempat yang sepi. Padahal saya ini orangnya suka ngobrol dan berinteraksi dengan orang lain," ungkapnya menjelaskan alasan perubahan kariernya.

Beralih dari kesunyian

Setelah meninggalkan dunia jahit-menjahit, Bu Martini sempat mencoba peruntungan di bidang kuliner dengan berjualan nasi selama lima tahun.

Namun, rupanya ini bukanlah pelabuhan terakhir baginya. Keputusan untuk beralih ke bisnis kue lumpur datang secara tidak terduga di tahun 2023.

"Waktu di perjalanan, saya sedang berpikir mau buka usaha apa yang bisa membuat saya berinteraksi dengan orang lain, yang tidak mengharuskan saya terkurung di dalam rumah. Tiba-tiba mata saya tertuju pada penjual kue lumpur. Seketika itu juga saya teringat kalau saya bisa membuat kue ini," jelasnya mengenang momen pencerahan tersebut.

Kue Lumpur buatan Bu MartiniKOMPAS.com/Adhitiya Prasta Pratama Kue Lumpur buatan Bu Martini
Meski terlihat sederhana, proses pembuatan kue lumpur Bu Martini menyimpan cerita panjang.

"Dulu saya dapat resep dari teman, tapi saya ubah sedikit-sedikit sampai ketemu yang pas dengan selera pelanggan," ungkapnya.

Jiwa perfeksionisnya sebagai mantan penjahit rupanya terbawa hingga ke dapur. Setiap hari, Bu Martini membagi waktu berjualan menjadi dua shift: pagi hari pukul 06.00-09.00 WIB dan sore hari mulai pukul 16.30 WIB.

Di sela-sela itu, ia menyiapkan adonan untuk jualan sore. Dalam sehari, tidak kurang dari 224 buah kue lumpur terjual dari total empat kali produksi.

"Setiap ronde saya membuat empat cetakan, satu cetakan ada tujuh lubang. Jadi sekali produksi bisa menghasilkan 112 kue," jelasnya detail.

Baca juga: Legitnya Manjareal, Kuliner Manja Khas Sumbawa

Yang menarik, meski sudah berganti profesi beberapa kali, semangat Bu Martini tidak pernah surut.

"Namanya usaha ya harus babat alas dari nol. Tapi justru di sinilah saya menemukan kebahagiaan baru," tuturnya.

Baca juga: Mencoba Goreng Unin Khas Sumbawa, Kuliner Wajib Saat Acara Pernikahan Adat

Berbeda dengan masa-masa menjadi penjahit yang mengharuskannya bekerja dalam kesunyian, kini Bu Martini bisa bebas berinteraksi dengan pelanggan sambil tetap menghasilkan karya yang membanggakan. Pendapatan yang diperoleh pun lebih menjanjikan karena bisa berjualan dua kali sehari.

Keseimbangan antara bisnis dan keluarga juga lebih mudah dijaga dengan usaha barunya ini.

"Karena lokasi jualan di depan rumah, saya bisa tetap dekat dengan keluarga sambil menjalankan bisnis," jelasnya.

"Alhamdulillah, rezeki memang tidak ke mana. Justru ketika kita berani mencoba hal baru, di situlah kadang rezeki menanti," ujarnya filosofis.

Ke depan, Bu Martini berencana membuka cabang, meski rencana itu masih dalam tahap pemikiran. Baginya, yang terpenting adalah terus bersyukur dan menjaga kualitas dagangan.

"Semoga usaha ini selalu lancar dan dalam lindungan Allah SWT," harapnya.

Kisah Bu Martini menjadi pengingat bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baru. Di usia 56 tahun, ia membuktikan bahwa kebahagiaan dan kesuksesan bisa datang dalam berbagai bentuk, bahkan dari sepiring kue lumpur yang mengepul hangat.

"Jangan bosan mencoba hal baru, terutama untuk ekonomi keluarga. Barangkali rezeki kita ada di salah satu hal baru yang baru kita coba," pesannya kepada mereka yang mungkin sedang ragu untuk beralih profesi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau