MADIUN, KOMPAS.com - Meskipun dua pengembang perumahan telah ditahan karena terlibat dalam kasus mafia tanah, hingga kini sebanyak 84 perumahan di Kota Madiun belum menyerahkan prasarana sarana dan utilitas (PSU) kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun.
Umumnya, pengembang beralasan tidak mampu memenuhi PSU yang dijanjikan saat mengajukan izin pembangunan.
Hendro Pradono, Kepala Bidang Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Madiun, memberikan penjelasanya.
Kepada Kompas.com, di Madiun, Rabu (11/12/2024), diungkap dari total 111 perumahan yang ada, baru 27 perumahan yang telah menyerahkan PSU. Sementara, 30 perumahan masih dalam proses.
“Mereka rata-rata belum bisa memenuhi PSU yang diperjanjikan saat mengajukan perizinan perumahan, seperti volume jalan yang kurang dan RTH yang belum dibangun,” ungkap Hendro.
Hendro menambahkan, setiap pengembang seharusnya melampirkan perencanaan pembangunan saat mengajukan izin, yang mencakup jumlah rumah dan PSU yang akan dibangun.
Baca juga: Mafia Tanah di Madiun, Mantan Kepala BPN dan 2 Pengembang Perumahan Ditahan
Di dalamnya termasuk jalan, ruang terbuka hijau (RTH), tempat pembuangan sampah (TPS), drainase, tempat ibadah, hingga makam.
Masalah ini memicu keresahan di masyarakat yang merasa sarana umum tidak dapat diperbaiki oleh Pemerintah.
Hal ini terjadi karena PSU yang belum diserahkan membuat status bangunan tersebut belum menjadi milik Pemkot Madiun.
“Masyarakat resah karena PSU belum diserahkan. Jika PSU sudah diserahkan, Pemerintah bisa masuk untuk memperbaiki kerusakan seperti jalan dan sarana umum lainnya,” ungkap Hendro.
Disperkim Kota Madiun telah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait masalah ini.
KPK menyarankan agar Pemkot Madiun dapat mengambil alih aset PSU secara sepihak, asalkan diatur dalam regulasi Pemerintah Daerah.
Namun, pengambilalihan hanya dapat dilakukan jika pengembang melarikan diri atau telah meninggalkan proyek selama belasan tahun.
“Aturan itu diterapkan di salah satu daerah di Jawa Barat,” kata Hendro.
Hingga saat ini, meskipun sudah belasan tahun berlalu, Dinas Permukiman dan Kawasan Permukiman belum memberikan sanksi denda kepada pengembang yang belum menyerahkan PSU.
“Untuk sementara, kami hanya memberikan teguran. Belum dikenakan denda. Jika ada yang tidak sesuai dengan siteplan, kami minta pengembang untuk memperbaikinya,” ungkap Hendro.
Dinas Permukiman juga berencana untuk mengusulkan perubahan peraturan daerah terkait PSU, agar kekurangan PSU dalam perumahan dapat digantikan dengan pembangunan sarana lain di luar area perumahan.
“Kekurangan inilah yang tidak ada perangkat hukumnya yang selama ini mengatur. Dalam perangkat hukum baru nanti, pembangunan fasum di luar perumahan akan diperbolehkan,” tambah Hendro.
Baca juga: Ada 48.000 Kasus Mafia Tanah di Indonesia, 79 Persen Sudah Beres
Sebelumnya, Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Madiun menahan mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun, Sudarmadi (64), serta dua pengembang, Sutrisno (58) dan Tomy Iswahyudi (48) pada Senin (9/12/2024).
Ketiga tersangka ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah yang melibatkan penyalahgunaan PSU.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Dede Sutisna, menjelaskan, penahanan dilakukan setelah pemeriksaan terhadap saksi-saksi dari BPN Kota Madiun dan pegawai Pemkot Madiun.
“Kami melakukan upaya paksa (penahanan) terhadap tiga tersangka perkara penyalahgunaan PSU selama 20 hari ke depan."
"Penetapan tersangka setelah melakukan pemeriksaan saksi dari BPN Kota Madiun dan pegawai Pemkot Madiun, totalnya sekitar puluhan orang,” ujar Dede.
Dede juga menambahkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur telah menghitung kerugian Negara dalam kasus ini, yang mencapai Rp 2,4 miliar.
Ia menyebutkan adanya bukti kolusi antara pengembang dan mantan Kepala BPN Kota Madiun.
Menurut Dede, kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan mafia tanah yang menyalahgunakan tanah yang seharusnya menjadi PSU.
“KPK juga menekankan pentingnya program penyelamatan keuangan dan aset daerah, termasuk penyelesaian aset bermasalah dan penertiban fasos atau fasum,” kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang