Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah PSU dan Mafia Tanah "Hantui" Kota Madiun

Kompas.com, 11 Desember 2024, 17:42 WIB
Muhlis Al Alawi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Meskipun dua pengembang perumahan telah ditahan karena terlibat dalam kasus mafia tanah, hingga kini sebanyak 84 perumahan di Kota Madiun belum menyerahkan prasarana sarana dan utilitas (PSU) kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun.

Umumnya, pengembang beralasan tidak mampu memenuhi PSU yang dijanjikan saat mengajukan izin pembangunan.

Hendro Pradono, Kepala Bidang Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Madiun, memberikan penjelasanya.

Kepada Kompas.com, di Madiun, Rabu (11/12/2024), diungkap dari total 111 perumahan yang ada, baru 27 perumahan yang telah menyerahkan PSU. Sementara, 30 perumahan masih dalam proses.

“Mereka rata-rata belum bisa memenuhi PSU yang diperjanjikan saat mengajukan perizinan perumahan, seperti volume jalan yang kurang dan RTH yang belum dibangun,” ungkap Hendro.

Hendro menambahkan, setiap pengembang seharusnya melampirkan perencanaan pembangunan saat mengajukan izin, yang mencakup jumlah rumah dan PSU yang akan dibangun.

Baca juga: Mafia Tanah di Madiun, Mantan Kepala BPN dan 2 Pengembang Perumahan Ditahan

Di dalamnya termasuk jalan, ruang terbuka hijau (RTH), tempat pembuangan sampah (TPS), drainase, tempat ibadah, hingga makam.

Masalah ini memicu keresahan di masyarakat yang merasa sarana umum tidak dapat diperbaiki oleh Pemerintah.

Hal ini terjadi karena PSU yang belum diserahkan membuat status bangunan tersebut belum menjadi milik Pemkot Madiun.

“Masyarakat resah karena PSU belum diserahkan. Jika PSU sudah diserahkan, Pemerintah bisa masuk untuk memperbaiki kerusakan seperti jalan dan sarana umum lainnya,” ungkap Hendro.

Konsultasi dengan KPK

Disperkim Kota Madiun telah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait masalah ini.

KPK menyarankan agar Pemkot Madiun dapat mengambil alih aset PSU secara sepihak, asalkan diatur dalam regulasi Pemerintah Daerah.

Namun, pengambilalihan hanya dapat dilakukan jika pengembang melarikan diri atau telah meninggalkan proyek selama belasan tahun.

“Aturan itu diterapkan di salah satu daerah di Jawa Barat,” kata Hendro.

Hingga saat ini, meskipun sudah belasan tahun berlalu, Dinas Permukiman dan Kawasan Permukiman belum memberikan sanksi denda kepada pengembang yang belum menyerahkan PSU.

“Untuk sementara, kami hanya memberikan teguran. Belum dikenakan denda. Jika ada yang tidak sesuai dengan siteplan, kami minta pengembang untuk memperbaikinya,” ungkap Hendro.

Dinas Permukiman juga berencana untuk mengusulkan perubahan peraturan daerah terkait PSU, agar kekurangan PSU dalam perumahan dapat digantikan dengan pembangunan sarana lain di luar area perumahan.

“Kekurangan inilah yang tidak ada perangkat hukumnya yang selama ini mengatur. Dalam perangkat hukum baru nanti, pembangunan fasum di luar perumahan akan diperbolehkan,” tambah Hendro.

Baca juga: Ada 48.000 Kasus Mafia Tanah di Indonesia, 79 Persen Sudah Beres

Sebelumnya, Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Madiun menahan mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun, Sudarmadi (64), serta dua pengembang, Sutrisno (58) dan Tomy Iswahyudi (48) pada Senin (9/12/2024).

Ketiga tersangka ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah yang melibatkan penyalahgunaan PSU.

Kepala Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Dede Sutisna, menjelaskan, penahanan dilakukan setelah pemeriksaan terhadap saksi-saksi dari BPN Kota Madiun dan pegawai Pemkot Madiun.

“Kami melakukan upaya paksa (penahanan) terhadap tiga tersangka perkara penyalahgunaan PSU selama 20 hari ke depan."

"Penetapan tersangka setelah melakukan pemeriksaan saksi dari BPN Kota Madiun dan pegawai Pemkot Madiun, totalnya sekitar puluhan orang,” ujar Dede.

Dede juga menambahkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur telah menghitung kerugian Negara dalam kasus ini, yang mencapai Rp 2,4 miliar.

Ia menyebutkan adanya bukti kolusi antara pengembang dan mantan Kepala BPN Kota Madiun.

Menurut Dede, kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan mafia tanah yang menyalahgunakan tanah yang seharusnya menjadi PSU.

“KPK juga menekankan pentingnya program penyelamatan keuangan dan aset daerah, termasuk penyelesaian aset bermasalah dan penertiban fasos atau fasum,” kata dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau