Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Getuk Pisang Khas Kediri, Buah Tangan Manis nan Legit yang Tak Boleh Terlewatkan

Kompas.com, 22 November 2024, 15:58 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Buah pisang yang kaya dengan nutrisi bisa diolah menjadi beragam turunan makanan. Termasuk getuk, sebagaimana panganan yang cukup populer dan khas di Kediri, Jawa Timur.

Makanan tradisional berbentuk lonjong berbalut daun pisang mirip lontong itu memang menjadi camilan umum bagi warga Kediri.

Bahkan panganan dengan tekstur padat dan rasa manis legit keasam-asaman itu juga berkembang menjadi komoditas usaha yang cukup menguntungkan.

Ini membuat keberadaannya sangat mudah ditemukan karena banyak dijajakan, baik di pasar maupun toko pusat oleh-oleh yang tersebar di sejumlah titik.

Baca juga: Cara Membuat Getuk Ubi Ungu, Ide Jualan Kue Pasar

Sebagai buah tangan, getuk pisang ini laris manis. Acapkali menjadi pasangan dari tahu takwa atau tahu kuning.

Konsumennya tidak hanya para wisatawan yang datang di Kediri, tetapi juga warga setempat yang membawanya sebagai oleh-oleh hingga panganan hantaran.

Di bidang industri, pelakunya berlangsung secara turun temurun. Dari generasi ke generasi.

Salah satunya adalah Berkah (45), warga Jl Agus Salim gang 11 B, Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur ini. Dia merupakan generasi kedua dari usaha getuk pisang keluarganya.

Getuk pisang khas Kediri di tempat pembuatan milik Berkah di Jl Agus Salim gang 11 B Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (22/11/2024).KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Getuk pisang khas Kediri di tempat pembuatan milik Berkah di Jl Agus Salim gang 11 B Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (22/11/2024).

"Kalau keluarga ya sudah lama, mungkin kisaran tahun 80-an. Saya generasi kedua,” ujar Berkah kepada Kompas.com, Jumat (22/11/2024).

Berkah menjalankan usaha di rumahnya sendiri dibantu enam orang karyawan. Dalam sehari mereka menghasilkan lebih dari 200 potong ukuran 250 gram. Ada juga ukuran mini satu suapan.

Hasil produksi yang diberi merek dagang Safari itu dijual di sejumlah lapak-lapak pusat oleh-oleh maupun diambil langsung oleh para pembeli yang datang ke rumahnya.

Ada pun bahan baku, kata Berkah, tidak semua jenis pisang bisa dipakai. Hanya pisang yang mempunyai tekstur keras dengan rasa khas yang dipakainya.

Baca juga: Nikah Massal di Magelang, Maharnya Getuk Gondok dan Lukisan Kaligrafi

"Hanya rajanangka yang cocok. Itu selain dari Kediri juga luar daerah kayak Lumajang,” ujar Berkah.

Pisang-pisang itu dikukus hingga empat jam lamanya. Setelah matang, dihaluskan campur gula dan pandan sebagai biang harumnya.

Tahapan terakhir adalah membungkusnya menggunakan daun pisang. Daun ini juga tidak sembarang pisang, hanya jenis tertentu saja.

Penggunaan daun pisang itu menambah citarasa aroma serta warna getuknya.

Dan penggunaan daun itu, menurutnya, juga bagian dari inovasi karena jaman dahulu, getuk dibuat pada loyang besar maupun tampah anyaman bambu. Getuk disajikan dalam bentuk potongan-potongan.

Inovasi lain yang pernah dikembangkan adalah getuk gedang isian nanas hingga getuk gedang goreng.

Baca juga: Melihat Grebeg Getuk di Magelang, Tradisi Tahunan yang Sempat Vakum

"Namun tidak berjalan sesuai rencana. Konsumen tetap memilih yang original,” lanjutnya.

Bagaimana dengan durasi penyimpanan? Cara masak yang tepat mempengaruhi masa penyimpanan meski tidak memakai bahan pengawet dan pewarna.

"Tahan hingga 4 hari suhu normal luar ruangan dan seminggu jika disimpan di lemari pendingin,” lanjut pria yang menjual produknya dengan harga Rp 8.000 tiap potongnya itu.

Sejarah getuk pisang

Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri Sigit Widiatmoko mengatakan, getuk pisang maupun getuk lain pada umumnya merupakan produk dari local genius atau kearifan lokal masyarakat.

Ada inovasi yang membuat suatu bahan makanan yang bersifat melimpah menjadi jenis makanan turunan. Sekaligus memunculkan keunggulan lainnnya.

"Pisang yang jumlahnya melimpah, tidak hanya dikonsumsi sebagai buah. Tetapi juga menjadi makanan lain yang menjadi bertahan lama,” ujar Sigit.

Kebutuhan penyimpanan lama karena saat itu masyarakat yang didominasi corak agraris. Ladangnya jauh dari rumah sehingga butuh bekal makanan yang awet.

Baca juga: 5 Cara Membuat Getuk Lindri Keju untuk Ide Jualan

Pengetahuan pengawetan makanan itu sudah dikenal lama di kalangan masyarakat Jawa. Bahkan sudah ada sejak era Mataram kuno.

"Bukti makanan fermentasi itu muncul pada relief-relief candi,” kata Sigit.

Ada pun untuk getuk pisang, meski merupakan makanan khas Kediri namun sejauh ini tidak ada pijakan sejarah yang spesifik mengulasnya.

Patokan yang dipakai, menurutnya, adalah cerita yang berkembang di kalangan masyarakat secara turun temurun yakni cerita tentang Dewi Sekartaji, salah satu putri raja Kediri gemar mengonsumsi getuk pisang.

"Di Kediri getuk pisang menjadi branded-nya Kediri karena ada hubungannya dengan cerita salah satu makanan yang disukai oleh Dewi Sekartaji,” ujar Sigit. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau