Salin Artikel

Getuk Pisang Khas Kediri, Buah Tangan Manis nan Legit yang Tak Boleh Terlewatkan

Makanan tradisional berbentuk lonjong berbalut daun pisang mirip lontong itu memang menjadi camilan umum bagi warga Kediri.

Bahkan panganan dengan tekstur padat dan rasa manis legit keasam-asaman itu juga berkembang menjadi komoditas usaha yang cukup menguntungkan.

Ini membuat keberadaannya sangat mudah ditemukan karena banyak dijajakan, baik di pasar maupun toko pusat oleh-oleh yang tersebar di sejumlah titik.

Sebagai buah tangan, getuk pisang ini laris manis. Acapkali menjadi pasangan dari tahu takwa atau tahu kuning.

Konsumennya tidak hanya para wisatawan yang datang di Kediri, tetapi juga warga setempat yang membawanya sebagai oleh-oleh hingga panganan hantaran.

Di bidang industri, pelakunya berlangsung secara turun temurun. Dari generasi ke generasi.

Salah satunya adalah Berkah (45), warga Jl Agus Salim gang 11 B, Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur ini. Dia merupakan generasi kedua dari usaha getuk pisang keluarganya.

"Kalau keluarga ya sudah lama, mungkin kisaran tahun 80-an. Saya generasi kedua,” ujar Berkah kepada Kompas.com, Jumat (22/11/2024).

Berkah menjalankan usaha di rumahnya sendiri dibantu enam orang karyawan. Dalam sehari mereka menghasilkan lebih dari 200 potong ukuran 250 gram. Ada juga ukuran mini satu suapan.

Hasil produksi yang diberi merek dagang Safari itu dijual di sejumlah lapak-lapak pusat oleh-oleh maupun diambil langsung oleh para pembeli yang datang ke rumahnya.

Ada pun bahan baku, kata Berkah, tidak semua jenis pisang bisa dipakai. Hanya pisang yang mempunyai tekstur keras dengan rasa khas yang dipakainya.

"Hanya rajanangka yang cocok. Itu selain dari Kediri juga luar daerah kayak Lumajang,” ujar Berkah.

Pisang-pisang itu dikukus hingga empat jam lamanya. Setelah matang, dihaluskan campur gula dan pandan sebagai biang harumnya.

Tahapan terakhir adalah membungkusnya menggunakan daun pisang. Daun ini juga tidak sembarang pisang, hanya jenis tertentu saja.

Penggunaan daun pisang itu menambah citarasa aroma serta warna getuknya.

Dan penggunaan daun itu, menurutnya, juga bagian dari inovasi karena jaman dahulu, getuk dibuat pada loyang besar maupun tampah anyaman bambu. Getuk disajikan dalam bentuk potongan-potongan.

Inovasi lain yang pernah dikembangkan adalah getuk gedang isian nanas hingga getuk gedang goreng.

"Namun tidak berjalan sesuai rencana. Konsumen tetap memilih yang original,” lanjutnya.

Bagaimana dengan durasi penyimpanan? Cara masak yang tepat mempengaruhi masa penyimpanan meski tidak memakai bahan pengawet dan pewarna.

"Tahan hingga 4 hari suhu normal luar ruangan dan seminggu jika disimpan di lemari pendingin,” lanjut pria yang menjual produknya dengan harga Rp 8.000 tiap potongnya itu.

Sejarah getuk pisang

Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri Sigit Widiatmoko mengatakan, getuk pisang maupun getuk lain pada umumnya merupakan produk dari local genius atau kearifan lokal masyarakat.

Ada inovasi yang membuat suatu bahan makanan yang bersifat melimpah menjadi jenis makanan turunan. Sekaligus memunculkan keunggulan lainnnya.

"Pisang yang jumlahnya melimpah, tidak hanya dikonsumsi sebagai buah. Tetapi juga menjadi makanan lain yang menjadi bertahan lama,” ujar Sigit.

Kebutuhan penyimpanan lama karena saat itu masyarakat yang didominasi corak agraris. Ladangnya jauh dari rumah sehingga butuh bekal makanan yang awet.

Pengetahuan pengawetan makanan itu sudah dikenal lama di kalangan masyarakat Jawa. Bahkan sudah ada sejak era Mataram kuno.

"Bukti makanan fermentasi itu muncul pada relief-relief candi,” kata Sigit.

Ada pun untuk getuk pisang, meski merupakan makanan khas Kediri namun sejauh ini tidak ada pijakan sejarah yang spesifik mengulasnya.

Patokan yang dipakai, menurutnya, adalah cerita yang berkembang di kalangan masyarakat secara turun temurun yakni cerita tentang Dewi Sekartaji, salah satu putri raja Kediri gemar mengonsumsi getuk pisang.

"Di Kediri getuk pisang menjadi branded-nya Kediri karena ada hubungannya dengan cerita salah satu makanan yang disukai oleh Dewi Sekartaji,” ujar Sigit. 

https://surabaya.kompas.com/read/2024/11/22/155840078/getuk-pisang-khas-kediri-buah-tangan-manis-nan-legit-yang-tak-boleh

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com