SURABAYA, KOMPAS.com - Pemilik Pondok Pesantren Al-Mahdiy, Kabupaten Sidoarjo, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan seksual kepada santrinya.
Pria berinisial HFB tersebut ditetapkan tersangka setelah warga Desa Pagerwojo, Buduran, Sidoarjo, mengancam menggelar aksi.
"Benar sudah ditetapkan tersangka kemarin, Selasa (25/6/2024)," kata Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo, Kompol Agus Sobarnapraja, saat dikonfirmasi melalui pesan, Rabu (26/6/2024).
Baca juga: Wanita dan Bayi Baru Lahir Ditemukan Tewas di Kamar Kos Sidoarjo
Agus mengatakan, penetapan tersangka pemilik Pondok Pesantren Al Mahdiy tersebut dilakukan setelah pihaknya melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti.
"Untuk menetapkan menjadi tersangka terduga pelaku, kami telah memeriksa sebanyak lima saksi, termasuk korban dan ahli," jelasnya.
Baca juga: Ayah di Sidoarjo Hampir Dipukul Massa karena Ketahuan Cabuli Anak Tiri 11 Tahun
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan pantauan Kompas.com, tampak sejumlah banner terpasang di depan Ponpes Al-Mahdiy. Banner itu dipasang dengan nada protes setelah salah satu santri diduga menjadi korban tindak asusila.
"Tutup secepatnya Ponpes Al Mahdiy karena sudah meresahkan warga, tidak ada kata damai untuk tindak asusila, usir pengasuh Ponpes Al Mahdiy dari Desa Pagerwojo," tulis sejumlah banner yang terpasang.
Mengenai hal tersebut, Ketua RT setempat, Budi Setiawan mengatakan, banner itu dipasang warga pada Kamis (20/6/2024) malam setelah mengetahui ada seorang santri diduga jadi korban pelecehan seksual.
"Dia (pemilik Ponpes Al Mahdiy) melakukan pelecehan seksual kepada santrinya, itu yang membuat warga marah," kata Budi kepada media saat ditemui di rumahnya, Jumat (21/6/2024).
Budi menyebut, korban yang seharusnya masih duduk di bangku SMP mengalami pelecehan seksual pada Januari 2024. Ketika itu, bocah tersebut tengah mondok di lembaga tersebut.
Kemudian, korban langsung melarikan diri dari ponpes tersebut dan mendatangi kontrakannya yang masih berada di sekitar lokasi. Pihak keluarga baru melaporkan itu ke polisi dua pekan setelahnya.
"Dia (korban) tidak berani menyampaikan, cuman terjadi pelecehan seksual gitu saja. Korban merasanya enam bulan yang lalu, dua minggu setelah kejadian baru dia lapor," jelasnya.
Budi mengungkapkan, aparat kepolisian terkesan tidak menindak lanjuti laporan korban pelecehan seksual itu. Hal tersebut membuat warga ikut marah hingga bertindak sendiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.