Pengamat Politik dan Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Aditya Wiguna Sanjaya mengatakan, kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa tersebut berisiko melanggar Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490.
"Jika memang Pasal 490 dilanggar dan terbukti, maka setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah)," kata Aditya kepada Kompas.com, Senin (18/3/2024).
Sesuai dengan regulasi dan peraturan larangan 282, setiap pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
“Maka di situ sudah sangat jelas ya aturan yang ada,” ungkap Aditya.
Menurut Aditya, seringnya kepala desa menjadi alat politik untuk mesin pemenangan pasangan calon tertentu dalam pemilu karena dinilai mempunyai nilai tawar yang bagus dalam menggaet massa.
“Namanya kepala desa itu kan pimpinan kewilayahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dan posisinya sangat sentral sekali. Makanya kenapa, ya karena kepala desa punya basis massa yang kuat,” ujarnya.
“Ibaratnya, kalau kepala desa bilang a, ini basis massanya akan seragam bilang a. Oleh sebab itulah alasan untuk pengerahan atau mobilisasi suara dalam konteks pemilu, sangat efektif sekali,” tandas Aditya.
Disclaimer: Artikel ini bagian dari fellowship Peliputan Pemilu yang didukung oleh AJI Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.