Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegat Menteri PMK, Pemudik Pelabuhan Jangkar: Kami Tak Dapat Tiket, Tidur 4 Hari di Sini

Kompas.com, 7 April 2024, 12:20 WIB
Ridho Abdullah Akbar,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

SITUBONDO, KOMPAS.com - Seorang pemudik mencegat Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Republik Indonesia Muhadjr Effendy saat sang menteri berkunjung ke Pelabuhan Jangkar, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur, Sabtu (6/4/2024).

Pemudik bernama Masruri (37) yang merupakan warga Desa Breka, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur tersebut memberanikan diri menyampaikan keluh kesah pada Muhadjir. Dia mengaku telah empat hari telantar di Pelabuhan Jangkar.

"Pak tolong kami, kami tidak dapat tiket dan sudah tidur empat hari di sini (Pelabuhan Jangkar)," katanya, Sabtu (6/4/2024).

Baca juga: Pemudik dari Kalimantan Rela Berdesakan di Kapal demi Pulang ke Majene

Masruri meminta kepada menteri agar proses pembelian tiket bisa diakses semua orang.

Menurutnya, meski penjualan sudah dilakukan dengan cara daring, namun banyak yang masih tidak bisa mendapatkan tiket. 

"Meski sistem pembelian tiket online namun masih sulit didapat, karena sistemnya aneh, satu akun bisa memesan banyak tiket dan itu dimanfaatkan oleh calo," katanya.

Baca juga: Cerita Pemudik Terjebak Antrean sampai 9 Jam di Pelabuhan Gilimanuk

Muhadjir Effendy yang mendengar keluh kesah pemudik tersebut kemudian memberikan solusi.

Dia langsung menelepon pihak TNI AL agar mendatangkan kapal bantuan untuk bisa mengangkut pemudik-pemudik yang telantar di pelabuhan itu menuju ke Pulau Raas.

"Insya Allah 300 orang dan puluhan motor akan kami angkut menuju Pulau Raas hari ini, sudah kami telepon pihak TNI AL," katanya.

Dia berharap para pemudik yang menyeberang dari Pelabuhan Jangkar menuju pulau sekitar bisa mengakses tiket secara online dengan lebih mudah.

Camat Raas Kabupaten Sumenep, Subiyakto yang sebelumnya sempat datang ke Pelabuhan Jangkar Situbondo mengungkap dugaan praktik percaloan.

"Banyak warga saya yang terkena calo, sistem online yang diberlakukan tidak bisa lepas dari praktik pencaloan," katanya.

Dia menyatakan, sistem pembelian tiket yang diterapkan PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) berisiko mempermudah calo untuk memonopoli tiket.

Baca juga: Ramai di Media Sosial Tiket Bus Mudik Gratis Dijual Calo

"Sistem online ini merugikan pemudik, karena melalui website sehingga akses yang bisa masuk hanya beberapa orang, satu orang bisa membeli banyak tiket, apa iya tiket sebanyak 250 tiket habis dalam hitungan menit, akhirnya warga saya banyak beli ke calo," katanya.

Dia menilai bahwa sistem membeli tiket online melalui website bisa diatur sepihak. 

"Seandainya tiket itu dijual seperti membeli tiket kereta api maka saya rasa kejadian ini tidak mungkin terjadi, masalahnya sistem online yang diterapkan hanya tidak begitu dan diatur sendiri oleh servernya," katanya.

Informasi yang diterima Subiyakto, untuk pemudik bisa mendapatkan satu tiket seharga Rp 120.000. Sedangkan untuk harga asli hanya Rp 65.000. Kenaikan tiket mencapai 100 persen.

"Satu tiket Rp 120.000 kalau empat anggota keluarga sudah lebih Rp 500.000," ucapnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau